Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) yang dipimpin Menteri Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan proses banding (appeal) Indonesia atas kekalahan dalam gugatan Uni Eropa soal kebijakan larangan ekspor nikel di World Trade Organization (WTO) memakan waktu yang cukup panjang.

Asisten Deputi Pertambangan Kemenko Marves, Tubagus Nugraha, mengatakan seiring dengan proses banding di WTO yang lama, pemerintah tetap akan mengembangkan industri hilirisasi nikel di dalam negeri, seperti membangun smelter.

“Kita mau ke appeal body, kita banding. Bandingnya itu biasanya 3-5 tahun, sambil sejalan kita menyesuaikan aturan-aturan yang ada karena memang dalam Permen ESDM No 25 Tahun 2018 itu kita akan melakukan penyesuaian,” ujarnya saat Indonesia Energy and Mineral Conference 2022, Senin (19/12).

Tubagus mengatakan, industri atau pasar untuk produk hilirisasi nikel di Indonesia sudah berkembang dan terbentuk, sehingga pemerintah masih berkomitmen menjalankan skenario hilirisasi nikel.

“Memang dengan downstream di Indonesia yang berjalan sekarang pasca pelarangan ekspor itu industri sudah sedemikian terbentuk jadi kita akan tidak khawatir dengan kondisi demikian,” tegasnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, menegaskan pemerintah akan terus melawan hasil putusan panel WTO dengan melakukan banding. Dia menilai, keputusan panel WTO di Dispute Settlement Body tersebut tidak adil.

Luhut mengatakan proses banding sudah mulai ditempuh pemerintah. Meski begitu, kata dia, proses ini akan memakan waktu sangat lama hingga tahun 2028 mendatang.

“Kita lagi jalan banding dan itu masih jauh bisa sampai tahun 2028 itu,” ungkap Luhut.

Nilai Aset Smelter Nikel Bisa Tembus USD 6 Miliar
Sementara itu, Tubagus mengungkapkan salah satu upaya hilirisasi nikel melalui pengembangan smelter masih berjalan yang nantinya akan berjumlah 111 smelter. Seluruh smelter akan mengolah hingga total 250 juta ton nikel per tahun.
Menurut dia, hal tersebut menjadi peluang emas bagi pengusaha, terutama bagi pengusaha muda, untuk ikut terjun di industri hilirisasi. Dia juga menjamin tidak hanya nikel, namun mineral lainnya yang akan dilarang ekspor mulai Juni 2023.

“Kalau kita kapitalisasi nilai asetnya dengan harga nikel USD 40-50, itu mungkin ada USD 5 miliar sampai USD 6 miliar yang silakan saja dinikmati, itu duit tidak akan muter ke mana-mana itu larinya dari penambang jatuh ke smelter yang ada di Indonesia,” jelas Tubagus.
“Pun demikian menyusul nanti bauksit dan sebagainya, itu hilirisasi akan memuat dampak kepada para penambang di dalam negeri ketika kemudian kita akan reguler harganya melalui harga patokan mineral,” pungkas dia.

Sumber: