KUTAI KARTANEGARA, KOMPAS.com-Desa Menamang Kanan, Kecamatan Muara Kaman, , terletak di pelosok Provinsi Kalimantan Timur.

Untuk menuju kawasan perkotaan terdekat dari desa itu, Tenggarong, harus menempuh perjalan sejauh 141 kilometer.

Jarak itu bisa ditempuh dengan waktu sekitar tiga jam 30 menit, jika dalam keadaan lancar.

Jalan ke Desa Menamang Kanan pun tidak bisa dikatakan baik, beberapa jam perjalanan harus jalur berlumpur yang juga dilalui truk besar pengangkut kayu dan crude palm oil.

Sulitnya akses ke kawasan pemukiman itu jadi salah satu penyebab belum adanya aliran dari Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Baterai di Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Desa Menamang Kanan, Kecamatan Muara Kaman, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Selain itu, desa yang hanya dihuni 600 kepala keluarga dianggap belum cukup syarat bagi PLN untuk menyambung aliran baru.

“Alasan dari mereka itu, kalau dilihat dari jumlah penduduk belum mencapai. Kecuali ada tiga desa disatukan, baru bisa PLN masuk ke sini,” kata Sekretaris Desa Menamang Kanan, Japir, saat ditemui, Kamis (7/9/2023).

Keadaan itu memaksa warga Desa Menamang Kanan harus tergantung dengan genset untuk memenuhi kebutuhan listriknya.

Sekretaris Desa Menamang Kanan, Japir.

Baru pada akhir 2022, setelah Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur membangun Pembangkit Listrik () situasi berubah.

“Pembangunannya enam bulan, setelah itu langsung nyala,” kata Inspektur Ketenagalistrikan Ahli Muda Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kalimantan Timur Ahmad Pranata saat meninjau PLTS Desa Menamang Kanan.

Sejak saat itu, warga Desa Menamang Kanan bisa menikmati nyala listrik dari sumber energi hijau tanpa harus merogoh kocek sama sekali.

Ahmad Pranata mengatakan, itu mengaliri energi 700 watt-hour ke tiap rumah dalam sehari.

Ada 200 rumah yang bisa menikmati listrik tenaga matahari ini.

Pembangkit ini disebut punya daya puncak 87.000 watt. Karena tidak tersambung dengan jaringan PLN (off grid), listrik yang dihasilkan panel-panel listrik disimpan dalam baterai.

Jika sinar Matahari sedang mendung sehingga tidak mampu menghasilkan listrik, Ahmad menuturkan, daya yang disimpan dalam baterai bisa memenuhi kebutuhan warga desa selam tiga hari.

“Hari keempat baru dia mati,” sebut Ahmad.

Adanya sumber listrik dari energi terbarukan ini disyukuri warga. Namun, ada harapan agar kapasitasnya diperbesar sehingga daya yang tersalur juga makin besar.

Dengan besaran daya yang disalurkan saat ini, banyak kebutuhan yang harus dibatasi penggunaannya.

“Di rumah tangga, kita butuh memasak pakai rice cooker, kulkas, kipas angin. Alat-alat itu kalau kita hidupkan pake listrik ini, harusnya kita pakai dari malam sampe siang, tapi enggak mencapai. Kadang sampai jam 1 malam sudah padam. jadi kita gelap di rumah,” ujar Japir, Sekretaris Desa Menamang Kanan.

Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan Institute for Essential Services Reform (IESR) Marlistya Citraningrum mengatakan, PLTS merupakan solusi bagi daerah terpencil di Indonesia yang belum terhubung dengan jaringan PLN.

Hanya saja, untuk memastikan keberlanjutan manfaat dan pengelolaannya, partisipasi masyarakat dan komunitas sekitar sangat penting.

“Mulai dari perencanaan, pembangunan, pelatihan bagi operator untuk operasi dan perawatan, hingga skema bisnis yang dijalankan. Pembangunan dan pengelolaan PLTS juga bisa dilakukan dengan dana desa dan dikelola oleh badan usaha milik desa (BUMDes), ini adalah peluang usaha inovatif energi terbarukan yang masih jarang dilakukan di Indonesia namun memiliki potensi besar,” sebut Marlistya.

Sumber: KOMPAS.com