JAKARTA – SKK Migas menargetkan peningkatan investasi di sektor hulu migas. Langkah ini dilakukan dalam rangka mendukung program Pemerintah di bidang ketahanan energi.

Oleh karena itu, SKK Migas menargetkan peningkatan investasi eksplorasi hingga USD3 miliar atau sekitar Rp45 triliun untuk dapat mengoptimalkan potensi hulu migas yang masih menjanjikan dan peranannya semakin dibutuhkan karena tidak hanya sebagai sumber penerimaan negara tetapi juga modal pembangunan.

Di tengah proses transisi yang tengah berlangsung kebutuhan energi minyak dan gas terus meningkat. Menurut Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), kebutuhan minyak dan gas hingga 2050 akan terus meningkat, kebutuhan minyak meningkat 139% dan kebutuhan gas meningkat 298%.

“Meskipun secara persentase bauran energi minyak dan gas menurun, namun dari volume mengalami peningkatan. Untuk itu, peningkatan produksi migas menjadi sebuah kebutuhan dan harus didukung penemuan cadangan migas yang baru agar produksi bisa berkelanjutan. Berdasarkan tren transisi energi maka pertumbuhan penggunaan gas akan lebih tinggi dibandingkan minyak, karena gas relatif bersih dan diterima dalam era energi transisi,” tutur Deputi Eksplorasi, Pengembangan dan Manajemen Wilayah Kerja SKK Migas Benny Lubiantara dalam diskusi media yang diselenggarakan SKK Migas, Rabu (17/5/2023).

Ia pun menilai, eksplorasi merupakan tulang punggung target peningkatan produksi migas nasional di tahun 2030 yaitu minyak 1 juta barel per hari (BOPD) dan gas 12 miliar kaki kubik per hari (BSCFD). Menurutnya hal itu karena cadangan yang telah diproduksi harus digantikan dengan penemuan yang baru. Oleh karenanya, lanjut Benny, investasi eksplorasi menjadi sangat penting.

Lebih lanjut Benny juga menyampaikan bahwa, dalam upaya meningkatkan investasi eksplorasi, salah satu yang menjadi acuan dari investor adalah bagaimana daya saing antar negara terkait investasi hulu migas.

Adapun berdasarkan data dari Wood Mackenzie, prospectivity dan attractiveness Indonesia berada tingkat menengah. Di tataran negara sekitar kawasan, posisi Indonesia lebih baik dibandingkan Thailand dan Brunei, namun masih lebih rendah jika dibandingkan Vietnam, Malaysia dan Australia. Penemuan besar 15 tahun terakhir banyak terjadi di negara-negara yang menawarkan rezim fiskal hulu migas yang sederhana dan menarik investor, antara lain Brazil, Guyana, Suriname, Mozambik.

“Saat ini Pemerintah terus meningkatkan daya saing investasi hulu migas, upaya ini terlihat dengan semakin meningkatnya minat investasi di sektor eksplorasi. Untuk tahun 2023, rencana investasi hulu migas mencapai USD1,7 miliar atau meningkat sekitar 112% dan tercatat adalah investasi eksplorasi tertinggi sejak tahun 2015”, ujar Benny.

Lebih rinci lagi, Benny juga menyampaikan jika tahun 2023 jumlah pengeboran sumur eksplorasi ditargetkan sebanyak 57 sumur, maka tahun 2024 diperkirakan akan meningkat hingga 97 sumur dan tahun 2025 serta seterusnya ditargetkan bisa diatas 100 sumur.

“Untuk merealisasikan target tersebut dibutuhkan investasi eksplorasi yang besar hingga sekitar USD3 miliar atau setara dengan Rp45 triliun. Sebagai industri yang memiliki risiko tinggi dan butuh waktu yang lama sejak eksplorasi hingga bisa diproduksi, maka iklim investasi hulu migas harus dijaga betul, tidak cukup hanya menarik tetapi juga memberikan kepastian secara hukum”, ujar Benny.

Sumber: Okezone Economy.com