Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Energi dan Sumber daya Mineral (ESDM) secara tegas akan tetap memberlakukan larangan ekspor mineral mentah pada bulan depan atau Juni 2023. Terutama bagi perusahaan-perusahaan yang tidak serius dalam membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter).

Menteri ESDM Arifin Tasrif menyampaikan pemerintah sejatinya akan mempertimbangkan relaksasi ekspor bagi perusahaan tambang yang mempunyai progres cukup baik dalam pembangunan smelter.

“Kan sudah jelas yang gak bangun smelter (dilarang ekspor), tapi kalau bangun smelter sudah keluar 50% ya kita masih akan mengevaluasi,” ujar Arifin saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (19/5/2023).

Namun demikian, berdasarkan pengamatan di lokasi, ada beberapa proyek smelter yang ternyata masih berbentuk tanah alias belum terbangun apa-apa. Smelter yang dimaksud yakni Bauksit. “Nah itu (bauksit). Selama ini kita percaya hasil survei hitung-hitungannya, ternyata kita lihat masih lapangan bola, masih bagus lapangan bola malahan,” ujar Arifin.

Sebelumnya, Ketua Indonesian Mining & Energy Forum (IMEF), Singgih Widagdo menilai masalah relaksasi ekspor bauksit tidak diikuti oleh sebagian besar perusahaan dalam membangun proyek smelter. Oleh sebab itu, pemerintah perlu mengambil sikap tegas terhadap kebijakan larangan ekspor bauksit.

“Dari investigasi yang disampaikan pemerintah, bahkan banyak yang abal-abal, sehingga pemerintah perlu mengambil sikap tegas terhadap relaksasi ekspor bauksit,” ujar dia kepada CNBC Indonesia, Kamis (4/5/2023).

Menurut Singgih, pemerintah bisa saja memberikan relaksasi ekspor untuk komoditas bijih bauksit seperti apa yang telah diputuskan untuk konsentrat tembaga. Namun demikian, hal tersebut harus diawali dengan audit detail terkait peta jalan smelter yang dimiliki perusahaan.

Misalnya seperti progress terakhir pembangunan smelter, kekuatan keuangan untuk membangun smelter dan sampai kepada bagaimana pembebasan lahan telah dilakukan untuk pembangunan smelter. Kemudian yakni melakukan audit teknikal dan finansial, bahkan audit sosial harus menjadi dasar kuat jika relaksasi harus dilakukan.

“Namun yang menjadi tidak tepat, langkah ini menjadi bagian langkah yang telah diamanatkan dalam UU Minerba dan sekaligus Presiden sendiri menginginkan untuk mempercepat hilirisasi demi kepentingan pendapatan negara yang lebih besar, termasuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja,” kata dia.

Sumber: CNBC Indonesia