KOMPAS.com – Salah satu tahapan dalam pengelolaan sampah adalah pemulihan sampah menjadi energi (waste to energy atau disingkat sebagai WtE) dan dilakukan pada sampah yang sudah tidak bisa didaur ulang.

Dalam implementasinya, salah satu metode yang dilakukan untuk mengubah sampah menjadi energi adalah Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa).

Prinsip Kerja PLTSa
Dilansir dari laman resmi Perusahaan Listrik Negara (PLN), Kamis (5/9/2019), PLTSa merupakan teknologi yang memproses sampah sehingga dihasilkan gas metana yang dapat dibakar dan membangkitkan listrik.

PLTSa bekerja dengan cara mengolah sampah sehingga gas metana yang dihasilkan sampah bisa dibakar. Lalu, panas dari pembakaran gas metana tersebut digunakan untuk memanaskan air dalam boiler menjadi uap.

Uap tersebut akan memutar turbin pada generator sehingga dihasilkan listrik. Pembakaran dilakukan menggunakan insinerator. Insinerator adalah alat pembakar.

Bagian-Bagian Utama PLTSa
Sementara itu, dilansir dari laman resmi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Senin (25/3/2019), ada 4 peralatan utama dari PLTSa, yakni

  • penampung sampah atau bunker
  • platform
  • grab crane atau derek pengambil sampah
  • ruang bakar dengan sistem reciprocating grate atau parut bolak-balik yang dirancang untuk membakar sampah dengan suhu diatas 850 derajat celcius.

    Suhu kritis ini dijaga selama PLTSa beroperasi agar pembentukan gas beracun seperti dioxin dan furan dapat diminimalisasi.

PLTSa juga dilengkapi dengan unit pengendali pencemaran udara guna menghindari terjadinya polusi udara.

Instalasi PLTSa di Indonesia
Mengutip Direktorat Jenderal Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Ditjen EBTKE KESDM) RI, Selasa (23/8/2022), PLTSa ditargetkan dapat beroperasi di DKI Jakarta dan 11 kota/kabupaten lainnya di Indonesia.

11 kota/kabupaten itu meliputi Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kota Semarang, Kota Bekasi, Kota Bandung, Kota Surakarta, Kota Surabaya, Kota Makassar, Kota Denpasar, Kota Palembang, dan Kota Manado.

Adapun kapasitas yang dihasilkan oleh PLTSa dapat berbeda-beda. di Surabaya berkapasitas 11 megawatt, sementara PLTSa Putri Cempo di Solo memiliki kapasitas sebesar 5 megawatt.

Akan tetapi, dalam hal ini perlu diingat bahwa energi adalah bonus yang didapatkan, karena PLTSa sebagai wujud konsep WtE bertujuan untuk mengatasi permasalahan lingkungan yang diakibatkan oleh sampah, bukan masalah energi.

Sumber: KOMPAS