KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pengembangan Blok Tuna yang berada di Pulau Natuna belum bisa berjalan. Premier Oil Tuna BV, anak usaha Harbour Energy Group selaku operator terkena sanksi Uni Eropa dan Inggris karena bermitra dengan perusahaan asal Rusia, Zarubezhneft. Sanksi ini merupakan respon invasi Rusia ke Ukraina sejak awal tahun lalu.

Asal tahu saja, Zarubezhneft mengempit 50% hak partisipasi pada proyek Lapangan Tuna, adapun 50% dimiliki oleh Harbour Energy.

Di dalam laporan tahunan 2022 Harbour Energy menyampaikan, setelah Pemerintah Indonesia menyetujui rencana pengembangan lapangan Tuna di Desember lalu, pihaknya belum bisa menyampaikan kemajuan atas pengembangan blok ini.

“Kemajuan lebih lanjut dipengaruhi oleh sanksi Uni Eropa dan Inggris yang membatasi kemampuan kami sebagai operator untuk menyediakan layanan tertentu kepada mitra Rusia kami dalam lisensi Tuna. Kami bekerja dengan mitra kami untuk mencapai solusi yang memungkinkan kami untuk memajukan proyek pada tahun 2023,” ujarnya dalam laporan tahunan tersebut.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif angkat bicara mengenai persoalan ini. Dia menegaskan bahwa proyek lapangan Tuna akan terus berjalan. Bahkan tidak menutup kemungkinan jika harus dicarikan mitra baru.

“Ya kalau di sini kan operatornya ada dari non Rusia, jadi akan jalan terus. Nanti kalau memang harus mencari partnership baru kami akan dorong itu karena progres bagus,” jelasnya saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (17/3).

Dia menyatakan, jangan sampai proyek yang perkembangan dan prospeknya bagus seperti Lapangan Tuna ini harus berhenti. “Kalau progres bagus masa kita stop? Ya kita cariin aja,” tandasnya.

Sebelumnya, sempat ada rencana Indonesia akan melaksanakan ekspor gas bumi ke Vietnam melalui Blok Tuna. Meski belum bisa memerinci berapa besar volume gas yang akan diekspor, Arifin memberikan gambaran, potensi gas yang bisa dihasilkan di Blok Tuna sebesar 100 Million Standard Cubic Feet per Day (MMSCFD) hingga 150 MMSCFD.

“Kita targetnya 2026 sudah bisa diekspor menggunakan pipa gas,” terangnya.

Proyek pengembangan Blok Tuna di Pulau Natuna belum bisa dilanjutkan karena operatornya, Premier Oil Tuna BV (anak perusahaan Harbour Energy Group), terkena sanksi dari Uni Eropa dan Inggris karena bermitra dengan perusahaan Rusia, Zarubezhneft. Sanksi ini diambil sebagai tanggapan atas invasi Rusia ke Ukraina pada tahun lalu.

Zarubezhneft memiliki 50% saham dalam proyek Lapangan Tuna, sementara Harbour Energy memiliki 50% sisanya. Dalam laporan tahunannya tahun 2022, Harbour Energy mengungkapkan bahwa meskipun rencana pengembangan lapangan Tuna telah disetujui oleh pemerintah Indonesia pada Desember 2021, namun proyek tersebut belum bisa berjalan karena adanya sanksi dari Uni Eropa dan Inggris yang membatasi kemampuan operator sebagai penyedia layanan tertentu kepada mitra Rusia di dalam lisensi Tuna.

Meski begitu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, menyatakan bahwa proyek Lapangan Tuna tetap akan berjalan, dan jika perlu akan dicarikan mitra baru. Dia menegaskan bahwa proyek yang prospeknya bagus seperti Lapangan Tuna tidak boleh berhenti.

Sebelumnya, Indonesia berencana untuk mengekspor gas melalui Blok Tuna ke Vietnam. Meskipun belum ada rincian terkait besaran volume gas yang akan diekspor, Tasrif memperkirakan potensi produksi gas dari Blok Tuna sebesar 100-150 juta kaki kubik per hari dengan target untuk melakukan ekspor gas melalui pipa pada tahun 2026

Proyek pengembangan Blok Tuna di Pulau Natuna belum bisa dilanjutkan karena operatornya, Premier Oil Tuna BV (anak perusahaan Harbour Energy Group), terkena sanksi dari Uni Eropa dan Inggris karena bermitra dengan perusahaan Rusia, Zarubezhneft. Sanksi ini diambil sebagai tanggapan atas invasi Rusia ke Ukraina pada tahun lalu.

Zarubezhneft memiliki 50% saham dalam proyek Lapangan Tuna, sementara Harbour Energy memiliki 50% sisanya. Dalam laporan tahunannya tahun 2022, Harbour Energy mengungkapkan bahwa meskipun rencana pengembangan lapangan Tuna telah disetujui oleh pemerintah Indonesia pada Desember 2021, namun proyek tersebut belum bisa berjalan karena adanya sanksi dari Uni Eropa dan Inggris yang membatasi kemampuan operator sebagai penyedia layanan tertentu kepada mitra Rusia di dalam lisensi Tuna.

Meski begitu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, menyatakan bahwa proyek Lapangan Tuna tetap akan berjalan, dan jika perlu akan dicarikan mitra baru. Dia menegaskan bahwa proyek yang prospeknya bagus seperti Lapangan Tuna tidak boleh berhenti.

Sebelumnya, Indonesia berencana untuk mengekspor gas melalui Blok Tuna ke Vietnam. Meskipun belum ada rincian terkait besaran volume gas yang akan diekspor, Tasrif memperkirakan potensi produksi gas dari Blok Tuna sebesar 100-150 juta kaki kubik per hari dengan target untuk melakukan ekspor gas melalui pipa pada tahun 2026.

Sumber: https://industri.kontan.co.id/news/proyek-pengembangan-blok-tuna-terhambat-sanksi-uni-eropa-dan-inggris