CHENNAI, KOMPAS.com – Dengan 122 hari tersisa sebelum di UEA () diselenggarakan, Presiden-Tertunjuk COP Dr Sultan Al Jaber mendesak negara-negara untuk menunjukkan ketegasannya dalam mengatasi aksi iklim, dan menyatakan bahwa keputusan mereka memiliki pengaruh besar bagi hasil yang diraih oleh seluruh negara.

Pada pidato di Pertemuan Tingkat Menteri G20 tentang Iklim Berkelanjutan di Chennai, India, Dr Al Jaber mengungkapkan kekhawatirannya.

Imbauan yang ia sampaikan pada pertemuan minggu lalu di Goa untuk meningkatkan kapasitas energi terbarukan pada 2030 menjadi tiga kali lipat “belum tersampaikan dalam keputusan G20”, meskipun relevan terhadap pencapaian target membatasi pemanasan global hingga 1,5C.

“Sebagai sebuah kelompok, G20 merepresentasikan 85 persen dari GDP dunia dan 80 persen dari emisi global. Apa yang diputuskan akan memberikan pengaruh yang besar terhadap aksi iklim bagi manusia di seluruh dunia,” ungkap Dr Al Jaber kepada para menteri.

“Masih ada waktu bagi G20 untuk menunjukkan ketegasan dan kepemimpinannya. Saya mengimbau negara G20 untuk bekerja bersama pemimpin kalian untuk mendorong aksi iklim di masa-masa kritis ini.”

“Kemarin, kami telah menyetujui sebuah kesepakatan bersama dengan Sekretaris Eksekutif UNFCCC, Simon Stiell, untuk mendesak G20 agar bisa menunjukkan ketegasannya dalam menutup celah pada pilar-pilar Perjanjian Paris dan saling membantu agar seluruh dunia berada di jalur yang tepat sehingga 1.5C tetap dapat kita capai,” lanjutnya.

Dr Al Jaber juga meminta semua pihak untuk menunjukkan solidaritas dan komitmennya terhadap Pakta Solidaritas Iklim dan Agenda Percepatan dari Sekretaris Jenderal PBB.

“Saya mengajak semua pihak untuk mendukung percepatan energi terbarukan sembari melakukan dekarbonisasi sistem energi saat ini dan membangun sistem yang bebas dari bahan bakar fosil yang tak terbarukan,” tambah Dr Al Jaber.

Presiden-Tertunjuk juga menyoroti pentingnya membuat kemajuan dalam adaptasi perubahan iklim, bersama dengan seluruh pihak yang telah menandatangani Global Goal on Adaptation (GGA) di bawah Perjanjian Paris.

“Kita semua telah bergabung untuk mengatasi permasalahan ini. Kita pula yang bertanggung jawab atas kesuksesannya,” ungkapnya. “Namun hari ini, ilmuwan dan indera kita terus menunjukan bahwa dunia ini semakin rentan, kurang tangguh, dan tidak memiliki kapasitas untuk menghadapi dampak iklim yang kian hari semakin meningkat.”

Presiden-Tertunjuk COP, Dr Sultan Al Jaber.(COP28)

Dr Al Jaber menambahkan, “Saat ini, banyak indikator yang bergerak ke arah yang tidak seharusnya. Rekor suhu terus menerus terpatahkan, bahkan dalam bulan ini kita secara resmi mencapai rekor suhu terpanas dalam sejarah.”

“Kita kehilangan keragaman hayati. Tanah pertanian terus berkurang dan kerentanan pangan juga terus meningkat.”

Kepresidenan mendesak seluruh negara untuk mempercepat implementasi dari “30×20″–target untuk melakukan konservasi 30 persen habitat di daratan dan lautan pada akhir dekade ini–dan juga mendesak perluasan Kerjasama Pemimpin Kehutanan dan Iklim, kata Dr. Al Jaber.

“Jika kita ingin membuat kemajuan pada program adaptasi, pertama kita harus meninjau kembali seperti apa definisi sukses dalam rangka menghentikan penurunan keragaman hayati, memulihkan lahan pertanian, melestarikan hutan, melindungi garis pantai, memastikan tidak ada lagi yang kelaparan, serta melindungi kehidupan di mana pun,” ungkapnya.

Transformasi sistem pangan juga menjadi prioritas utama Kepresidenan COP28.

“Dan kita harus menjadikan ini prioritas utama Anda juga,” ungkapnya pada para menteri.

“Rencana dan strategi adaptasi nasional harus mendukung penggunaan lahan yang berkelanjutan, memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan ketahanan tanaman, meningkatkan nutrisi dan mengurangi dampak iklim dari pertanian.”

COP28 akan menjadi konferensi pertama yang secara eksplisit menghubungkan dampak iklim dengan kesehatan global melalui satu hari yang didedikasikan untuk masalah kesehatan, serta menjadi pertemuan tingkat menteri pertama terkait iklim dan kesehatan yang memiliki kemitraan dengan Organisasi Kesehatan Dunia.

Presiden-Tertunjuk mengundang seluruh negara untuk bekerja sama dalam hal ini untuk memastikan ketahanan sistem kesehatan global.

Presiden-Tertunjuk juga menegaskan kembali pentingnya untuk “mementingkan pendanaan adaptasi iklim” yang saat ini hanya dialokasikan 10 persen dari dana mitigasi iklim.

“Menggandakan dana adaptasi pada 2025 merupakan langkah awal yang penting dalam aksi iklim. Namun, kita juga perlu mulai mengarahkan agar proporsi yang tepat dari seluruh pendanaan iklim digunakan untuk adaptasi perubahan iklim,” imbuhnya. “Semakin besar investasi pada adaptasi, semakin besar pula ketangguhan kolektif kita terhadap dampak iklim.”

Dr. Al Jaber menambahkan, “Namun kita juga harus menyadari bahwa banyak negara yang rentan–khusunya negara berkembang di pulau kecil dan negara kurang berkembang–yang telah mengalami konsekuensi dari perubahan iklim melampaui kemampuan manusia untuk beradaptasi.”

Mengakhiri sambutannya, Dr. Al Jaber mengungkapkan, “Setiap hari kita melihat masyarakat mengalami dampak dari bencana iklim di seluruh dunia. Ini menghancurkan kehidupan-kehidupan manusia dari seluruh lapisan.”

“Mari kita renungkan itu sebagai sesama manusia dan mengingat sekali lagi mengapa solidaritas ini begitu penting. Saya mendorong kalian semua untuk membawa semangat solidaritas itu ke .”

Sebagai bagian dari kunjungannya, Dr Al Jaber juga mengadakan pertemuan strategis bilateral dengan pada Menteri Lingkungan dan Iklim untuk membangun konsensus menuju COP28.

Ia juga bertemu dengan Akihiro Nishimura, Menteri Lingkungan Hidup (Jepang); Marina Silva, Menteri Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim (Brasil); John Kerry, Utusan Khusus Presiden untuk Iklim (Amerika Serikat); Jennifer Morgan, Perwakilan Khusus untuk Kebijakan Iklim Internasional (Jerman); Bhupender Yadav, Menteri Kabinet Perburuhan dan Ketenagakerjaan, Lingkungan Hidup, Hutan dan Perubahan Iklim (India).

Kunjungan Dr Sultan ke Chennai dan ini seiring dengan pertemuannya di Bangladesh minggu lalu, di mana ia bertemu dengan Perdana Menteri Bangladesh Seheikh Hasina dan para pemimpin global lainnya untuk berbagi tentang agenda aksi utamanya.

Sumber: KOMPAS