REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — PT PLN (Persero) mengembangkan ekosistem biomassa sebagai bahan baku alternatif pengganti batu bara secara end to to end berbasis keterlibatan masyarakat. Selain untuk meningkatkan pemanfaatan energi bersih menuju Net Zero Emissions (NZE) di 2060, pengembangan biomassa melalui program co-firing pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) ini sekaligus membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menegaskan komitmen PLN untuk memimpin program-program inisiatif transisi energi demi mendukung pemerintah mencapai NZE 2060. Salah satu upayanya, PLN memulai implementasi program co-firing di puluhan pembangkit PLN sejak 2021.
Dalam proses co-firing tersebut, PLN melalui subholding PLN Energi Primer Indonesia (EPI) memenuhi kebutuhan biomassa melalui keterlibatan masyarakat.
“Komitmen PLN dalam transisi energi melalui program co-firing ini, tidak hanya untuk menekan emisi tetapi juga melibatkan masyarakat sebagai upaya membangun ekosistem energi berbasis ekonomi kerakyatan,” ucap Darmawan lewat siaran persnya, Jumat (22/9/2023).
Direktur Biomassa PLN Energi Primer Indonesia (EPI) Antonius Aris Sudjatmiko mengatakan, strategi pemenuhan volume rantai pasokan biomassa saat ini mengoptimalkan sumber daya setempat dan keterlibatan masyarakat. Hal ini untuk menggali besarnya potensi biomassa Indonesia mencapai 500 juta ton per tahun yang tersebar di berbagai wilayah. Sedangkan, pemenuhan target pasokan biomassa PLN EPI sekitar 10,2 juta ton per tahun pada 2025.
“Jadi pemberdayaan masyarakat itu suatu keharusan. Bahkan kita tidak menyebutnya pemberdayaan masyarakat tapi memang keterlibatan masyarakat. Sekarang kita menjadikan masyarakat sebagai objek, sebagai pengguna energi tapi sekarang mereka menjadi produsen energi, mereka sebagai pengelola energi. Itulah yang menjadi mitra utama kami untuk biomassa,” ujar Aris.
Selain itu, PLN EPI dalam pengembangan biomassa ini tak hanya berfokus untuk rantai pasok energi tetapi juga bertujuan menyerap lapangan kerja selaras dengan prinsip Environmental, Social and Governance (ESG). Aris menyebutkan pengembangan biomassa untuk co-firing PLTU terbukti mampu menyerap tenaga kerja masyarakat baik wilayah sekitar pembangkit maupun kaum marginal di berbagai daerah. Menurutnya, untuk satu ton biomassa mampu menyerap sekitar 10 orang tenaga kerja.
“Contoh di Aceh kami menggerakkan masyarakat lokal, kebanyakan yang direkrut adalah warga dan petani lokal setempat, lalu di Lampung dari petani-petani karet itu yang mengumpulkan biomassa, termasuk bonggol jagung untuk di Sumbawa, di Jawa Barat itu adalah sekam, di Kupang itu per bulan 100 ton mampu menyerap 530 orang mulai dari pengumpulan, pemrosesan, transportasi, loading on loading,” tutup Aris.
Kepala Badan Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro menilai, pengembangan biomassa atau bioenergi tidak hanya berfokus untuk energi semata tetapi juga meningkatkan perekonomian masyarakat. Karena itu, pengembangan biomassa sebagai salah satu upaya mengoptimalkan potensi energi baru terbarukan harus dirasakan seluruh pihak.
“Jangan kita bicara biomassa atau bioenergi hanya untuk kepentingan energi, tetapi kita harus melihat kepentingan yang lebih luas, kepentingan pembangunan yang dampaknya buat masyarakat, baik masyarakat sekitar maupun masyarakat dalam arti luas,” ujar Bambang.
Sumber: Republika