Jakarta, CNN Indonesia — Perusahaan energi asal Amerika Serikat (AS) Air Products and Chemicals, Inc mundur dari konsorsium proyek gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME) yang semula digarap bersama BUMN RI, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan PT Pertamina (Persero).

Proyek gasifikasi batu bara menjadi DME di Kawasan Industri Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan itu semula direncanakan mulai pada 2027. Proyek ini berpotensi mendatangkan investasi asing US$2,1 miliar atau setara Rp33 triliun (asumsi kurs Rp15.723 per dolar AS).

Awalnya, dalam skema bisnis gasifikasi batu bara ini, PTBA akan menjual batu bara ke processing company, yaitu perusahaan dengan kepemilikan saham Air Products 60 persen, PTBA 20 persen, dan Pertamina 20 persen.

Kabar mundurnya Air Products dikonfirmasi oleh Direktur Pengembangan Usaha PTBA Rafli Yandra. Ia mengatakan Air Products telah mengirimkan surat pengunduran diri itu kepada pemerintah.

“Mengenai project coal to DME ini memang ada surat dari Air Products untuk mundur, sejauh ini kami belum klarifikasi tapi kami sudah diskusikan dengan kementerian terkait dan ini masih berproses,” ujar Rafli dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (9/3).

Meski Air Products mundur, ia mengatakan PTBA akan tetap melanjutkan proyek gasifikasi batu bara demi menjalankan amanat pemerintah terkait hilirisasi sumber daya alam demi ketahanan energi nasional.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama PTBA Arsal Ismail menuturkan dalam proyek itu pihaknya sudah menyiapkan kawasan ekonomi khusus untuk dijadikan kawasan ekonomi khusus (KEK) hilirisasi.

Ia mengklaim sampai saat ini pembebasan lahan sudah dilakukan. Tercatat dari 595 hektare lahan, 97 persen sudah siap.

“Perizinannya sudah sampai KEK sudah di dapat, jadi kawasan itu nanti benar-benar akan kami gunakan untuk hilirisasi dari batu bara,” imbuh Arsal.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan hilirisasi batu bara menjadi DME ini dapat menekan impor liquefied Petroleum Gas (LPG) sebesar 1,4 juta ton per tahun.

Selain itu, bakal ada penghematan devisa LPG impor sebesar Rp9,14 triliun per tahun dan proyek ini diklaim bakal menyerap tenaga kerja 10.600 orang pada tahap konstruksi dan 8.000 orang pada tahap operasi.

Untuk mendorong proyek ini, Arifin mengatakan perlu dukungan, antara lain pengurangan tarif royalti batu bara khusus untuk gasifikasi batu bara sebesar 0 persen. Izin prinsip dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sudah terbit, tetapi masih menunggu revisi UU Cipta Kerja.

Selain itu, dibutuhkan regulasi harga batu bara khusus untuk peningkatan nilai tambah demi keperluan gasifikasi yang dilaksanakan di mulut tambang dan rancangan perpres tentang penyediaan, pendistribusian, dan penetapan harga DME sebagai bahan bakar yang sudah dilakukan dua kali harmonisasi pada 4 dan 11 November 2022.

Sumber: https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20230309132546-85-922890/perusahaan-as-mundur-dari-proyek-gasifikasi-batu-bara-ri