JawaPos.com – Pemerintah merevisi kontrak bagi hasil gross split bagi hulu migas. Tujuannya, mendorong pengembangan bisnis agar lebih sederhana, cepat, kompetitif, efektif, dan akuntabel.

“Revisi Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split. Kebijakan ini mengalami beberapa kali perubahan dengan harapan agar tujuan kontrak gross split dapat dicapai. Yakni, menciptakan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) dan bisnis penunjangnya menjadi global dan kompetitif serta mendorong usaha eksplorasi dan eksploitasi yang lebih efektif dan cepat,” urai Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian ESDM Noor Arifin Muhammad Noor Arifin kemarin (23/5).

Noor Arifin memaparkan, selain kontrak gross split, Indonesia memiliki bentuk kontrak lainnya. Yakni, kontrak bagi hasil cost recovery yang diberlakukan sejak puluhan tahun silam. Dengan adanya dua bentuk kontrak tersebut, KKKS memiliki pilihan.

“Kontrak bagi hasil migas di Indonesia terus mengalami perubahan untuk mengakomodasi kebutuhan industri,” tuturnya.

Dia menjelaskan, terdapat empat urgensi dalam penyempurnaan kontrak gross split. Pertama, memberikan kepastian nilai bagi hasil yang lebih kompetitif bagi KKKS.

“Penyusunan ulang sistem bagi hasil lebih kompetitif dengan negara lain. Target total bagi hasil sebelum pajak KKKS pada rentang 80–90 persen ditentukan berdasar profil risiko lapangan,” bebernya.

Kedua, meminimalkan ketergantungan ekonomi KKKS terhadap tambahan split diskresi menteri. Ketiga, simplifikasi dan penyempurnaan komponen dan parameter bagi hasil. Keempat, perancangan kebijakan fiskal yang cocok untuk migas nonkonvensional (MNK).

Sementara itu, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menyatakan terus berupaya untuk meningkatkan kapasitas nasional di hulu migas. Salah satu yang terus ditingkatkan adalah tingkat komponen dalam negeri (TKDN) bisa melebihi target yang ditetapkan.

“Presiden menargetkan TKDN 50 persen dan Kementerian ESDM menargetkan 57 persen. Saat ini TKDN kami sudah mencapai 64,5 persen,” paparnya pada pembukaan Forum Kapasitas Nasional (Kapnas) Wilayah Jawa, Madura, Bali, dan Nusa Tenggara di Surabaya, Senin (22/5).

Tahun lalu nilai pengadaan barang dan jasa industri hulu migas nasional mencapai USD 6,1 miliar. Dari sana, nilai pengadaan dari rekanan lokal mencapai USD 3,7 miliar. (dee/bil/c12/dio)

Sumber: JawaPos.com