kaltimkece.id Diskusi pemberantasan tambang ilegal yang diadakan kelompok masyarakat sipil mengundang sedikitnya 20 lembaga. Sayangnya, sejumlah pihak yang memegang kuasa memberangus maling-maling sumber daya alam justru tidak datang. Masa depan pemberantasan tambang ilegal pun disebut makin suram.

Kamis, 23 Desember 2021, Forum Multipihak: Pertambangan Batu Bara Tanpa Izin, Bagaimana Solusinya? berlangsung di Hotel Mercure Samarinda pukul 09.00 Wita. Diskusi ini dimotori organisasi nirlaba Kelompok Kerja 30 bersama Publish What You Pay (FWYP). Pihak yang paling diharapkan hadir yaitu Pemprov Kaltim, Kepolisian Daerah Kaltim, serta Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara dari Kementerian ESDM, tidak hadir baik secara luring maupun daring.

Akademikus Fakultas Hukum, Universitas Mulawarman, Samarinda, Herdiansyah Hamzah, menjadi moderator diskusi. Dosen yang akrab disapa Castro ini menjelaskan, latar belakang diskusi diawali dari pernyataan juru bicara Gubernur, M Syafranuddin. Jubir pernah menyebut bahwa seluruh pengawasan dan penindakan di bidang pertambangan ada di pemerintah pusat. Pemprov bisa digugat penambang jika menindak aktivitas pertambangan legal maupun ilegal.

Castro menilai, ucapan Syafranuddin tersebut keliru dan cacat logika. Pemprov semestinya tidak takut dengan penambang ilegal. Pernyataan tersebut pada akhirnya memantik debat terbuka antara kelompok masyarakat sipil dengan jubir gubernur. Sedianya, debat tersebut diwujudkan dalam diskusi kali ini. Syafranuddin yang pernah menyatakan siap hadir apabila diundang kelompok aktivis justru tidak menunjukkan batang hidungnya.

“Inilah gambaran bahwa siapapun yang tidak datang hari ini berarti tidak punya sense of crisis atau kepekaan menyelesaikan persoalan tambang ilegal,” sindir Castro.

Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Pradarma Rupang, satu suara. Penantang debat terbuka ini menilai, ketidakhadiran jubir gubernur untuk mempertanggungjawabkan pernyataannya adalah pertanda kepala daerah tersandera kepentingan penambang ilegal. Buktinya, daerah seperti Balikpapan bisa menindak tegas tambang ilegal.

Di samping itu, Rupang mengkritik penegakan hukum yang minim terhadap aktivitas pertambangan tanpa izin atau peti di Kaltim. Sejak 2018, Jatam mencatat, ada 14 laporan dugaan aktivitas tambang ilegal yang belum dilimpahkan kepolisian dan Balai Penegakan Hukum, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK) ke pengadilan. Lima kasus pada 2018, tiga kasus pada 2020, dan enam kasus pada 2021.

Tanggapan Beberapa Pihak

Kewenangan daerah menindak aktivitas peti menjadi pembahasan dalam diskusi. Kepala Bidang Minerba, Dinas ESDM Kaltim, Azwar Busra, menjelaskan, ada dua regulasi yang menghambat pemerintah daerah. Pertama adalah UU Minerba, dan yang kedua Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral 7/2020 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Azwar menjelaskan, Dinas ESDM selama ini hanya bisa berkoordinasi dengan Tim Satuan Tugas Lintas Kementerian/Lembaga Penanganan Peti Komoditas Mineral dan Batu Bara yang dibentuk Kementerian ESDM. Satgas ini berfungsi menginventarisasi lokasi kegiatan pertambangan tanpa izin dan mencari penyelesaiannya.

“Kami menindaklanjuti laporan-laporan karena berbicara masalah kewenangan. Kami sebenarnya berharap satgas dibentuk di Kaltim. Jadi, stakeholder yang terlibat bisa bersama-sama menyelesaikan persoalan tersebut. Kami juga menyampaikan pada pertemuan nasional, ketika Peraturan Presiden kelak dikeluarkan, daerah diberi kesempatan berpartisipasi dalam pengelolaannya (minerba),” ucap Azwar.

Kepala Seksi Penegakan Hukum Lingkungan, Dinas Lingkungan Hidup Kaltim, Yudi Chaliq Rahmadani, menambahkan, DLH hanya bisa menindak aktivitas pertambangan ilegal di dalam konsesi perusahaan. Selama ini, pihaknya sekadar meneruskan laporan dari pihak perusahaan kepada aparat berwajib.

Dari pemerintah pusat, Direktur Penegakan Pidana, Dirjen Gakkum KHLK, Yazit Nurhuda, mengatakan, hanya bisa menindak aktivitas tambang ilegal di dalam hutan lindung. Sepanjang 2016, Gakkum mencatat, ada 64 operasi penegakan aktivitas peti di seluruh Indonesia. Sebanyak 51 kasus sudah dilimpahkan ke pengadilan.

Meskipun demikian, kementerian disebut belum sempat menginventarisasi data kasus dugaan aktivitas peti di Kaltim. Pengawasan disebut aspek yang harus dikuatkan jika ingin menyelesaikan kasus tambang ilegal.

Sekretaris Asosiasi Pertambangan Batu Bara Samarinda (APBS), Umar Vaturusi, menilai, aktivitas tambang ilegal marak karena banyak pemilik lahan bersepakat dengan penambang. Di tengah gempuran pandemi, kebutuhan ekonomi menjadi alasan yang mendesak bagi pemilik lahan sehingga mengizinkan penambang menggarap tanah mereka.

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Kartanegara, Zulkifli, memiliki penilaian berbeda. Menurut Zulkifli, aktivitas peti justru menjamur karena minimnya political will atau kemauan kepala daerah. Sudah seharusnya, kata dia, kepala daerah berdiri di garda terdepan menindak tambang ilegal.

“Sepertinya ada sesuatu. Entah itu kepentingan politik masa lalu atau bagaimana. Jadi kalau mau bersih-bersih di bawah juga sulit. Ibarat sapu, bagaimana bisa membersihkan debu di lantai jika sapunya kotor?”

Konfirmasi Ketidakhadiran

kaltimkece.id menghubungi Kepala Bidang Humas, Polda Kaltim, Komisaris Besar Polisi Yusuf Sutejo, untuk mengonfirmasi ketidakhadiran Polda di forum. Menurut Kombes Yusuf, Polda tidak bisa hadir karena ada agenda lain. Kombes Yusuf meyakinkan bahwa kepolisian terus bekerja mengawasi pertambangan ilegal.

“Enggak apa-apa. Semua boleh berasumsi (jika disebut tidak peka menyelesaikan persoalan tambang ilegal). Pak Kapolda juga sudah ngomong kemarin di Samarinda,” ucap Kombes Yusuf melalui sambungan telepon.

Sekretaris Provinsi Kaltim, Muhammad Sa’bani, juga mengaku tidak bisa datang karena sibuk menghadiri agenda sejak pagi. Sa’bani enggan berkomentar banyak mengenai agenda tersebut. Adapun Kepala Biro Administrasi Pimpinan, Setdaprov Kaltim, Syafranuddin, sekaligus jubir gubernur, belum memberi penjelasan. Sejak pagi hingga petang dihubungi kaltimkece.id, Syafranuddin belum memberikan tanggapan. (*)

Sumber: Kaltim Kece