Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) merespons rencana pemerintah melarang ekspor gas alam cair atau Liquified Natural Gas (LNG) di tahun 2025 atau 2026.

Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, Hudi Suryodipuro, menjelaskan secara umum pihaknya akan memprioritaskan kebutuhan gas domestik sesuai dengan kebijakan pemerintah.

“Kami akan memantau hal ini melalui gas balance. Namun apabila terjadi surplus, perlu segera dipikirkan pola penyerapannya agar dapat mengoptimalkan penyerapan negara,” ujar Hudi kepada kumparan, Sabtu (3/6).

Hingga saat ini, kata Hudi, alokasi produksi gas untuk domestik sudah melebihi alokasi untuk ekspor sejak tahun 2012. Tercatat pada 2014, alokasi untuk domestik sebesar 55 persen.

“Sehingga sekarang alokasi untuk kebutuhan domestik mencapai 70 persen,” tutur Hudi.

Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan saat ditemui di The west Jakarta, Selasa (9/5/2023). Foto: Akbar Maulana/kumparan zoom-in-whitePerbesar

Sebelumnya, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan, mengungkap rencana pemerintah untuk melarang ekspor LNG pada tahun 2025 atau 2026. Dia menilai, Indonesia nantinya akan mengolah LNG di dalam negeri karena kebutuhan Indonesia akan gas cukup tinggi.

“Kita sekarang petrochemical kita masih impor banyak. Sekarang kita mau bikin di Kaltara, di mana, ya kita perlu gas. Kita cukup gas kita sendiri dan kita enggak perlu impor lagi,” kata Luhut di Hotel Mulia Jakarta, Selasa (30/5).

Rencana tersebut berdasarkan studi yang dilakukan oleh Kemenko Marves, bahwa selama bertahun-tahun Indonesia masih mengekspor LNG padahal kebutuhan gas di dalam negeri cukup tinggi. Hasil kajian itu nanti akan diserahkan kepada Presiden Jokowi.

“Kita enggak mau (ekspor) lagi, sudah kita siapkan laporan ke Presiden mau ekspor LNG, yang kontrak sudah ada ya sudah jalan. tapi (yang) expired setop. kita mau gunakan (untuk kebutuhan) domestik supaya harga gas itu bisa USD 6 per MMBTU,” kata Luhut.

Pengusaha Tolak Rencana Ekspor LNG Disetop

Sementara itu, Ketua Komite Investasi Aspermigas, Moshe Rizal, menilai pasar LNG domestik belum mature, sebab banyak infrastruktur distribusi gas yang harus dibangun terlebih dahulu untuk meningkatkan permintaan pasar domestik dan menurunkan biaya logistik.
“Jadi menurut saya melarang ekspor LNG itu kontraproduktif dan bisa mengganggu iklim investasi hulu migas ke depannya,” kata Moshe kepada kumparan, Kamis (1/6).
Moshe menjelaskan terdapat perbedaan antara Amerika Serikat (AS) dengan Indonesia sebagai negara produsen LNG, yakni skema pasar yang berbeda. “Harga gas di Indonesia, khususnya dalam negeri, digerakkan oleh keekonomian lapangan bukan harga pasar dunia, terutama dikarenakan biaya produksi gas yang tinggi,” jelas Moshe.

Sumber: Kumparan