MASAKINI.CO – Pemerintah Aceh tetap mempertahankan hak keistimewaan dan kekhususan Aceh terkait pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA), yakni mengacu pada UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh (UUPA).

“Kita pertahankan yang menjadi kewenangan Aceh, tetapi terkait norma standar prosedur perizinan kita tetap mengikuti yang diatur dalam UU Nomor 3 Tahun 2020,” kata Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh Mahdinur, Selasa (29/6/2021).

Hal itu disampaikan Mahdinur dalam diskusi multipihak yang dilaksanakan Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh bekerjasama dengan Publish What You Pay (PWYP) Indonesia guna mendorong perbaikan tata kelola perizinan pertambangan pasca pengesahan UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Mahdinur mengatakan, pasca keluarnya UU Nomor 3 Tahun 2020 tersebut pihaknya telah menempuh beberapa tahapan seperti menyurati Kemendagri bahwa pengelolaan pertambangan minerba tetap berada di Pemerintah Aceh.

Kemudian, Pemerintah Aceh juga telah menunjuk tim perumus kebijakan dan rekomendasi pengelolaan minerba di Aceh.

Bahkan, katanya, Gubernur Aceh telah mengeluarkan instruksi nomor 12 tahun 2020 tentang kewenangan pengelolaan pertambangan minerba di Aceh.

“Pengelolaan minerba tetap menjadi kewenangan Pemerintah Aceh, dan instansi terkait mengambil langkah konkrit sesuai tugas dan fungsi untuk mendukungnya,” ujarnya.

Sementara itu, Koordinator GeRAK Aceh Askhalani mengatakan dalam beberapa tahun terakhir, Aceh telah melakukan berbagai upaya penataan perizinan dengan penerapan moratorium izin tambang (2014-2018).

Upaya itu menghasilkan capaian positif, diantaranya 98 IUP dicabut dan diakhiri dengan total luas wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) yang dikembalikan fungsinya ke negara mencapai 549.119 hektare.

“Di mana 305.589 hektare berada di kawasan hutan dan sisanya di area penggunaan lain (KepGub Aceh Nomor 540/1436/2018),” katanya.

Askhalani menyebutkan, saat ini jumlah izin di Aceh sebanyak 27 IUP dengan total luas mencapai 43.038 hektare, sesuai dengan data Dinas ESDM Aceh pada Agustus 2020.

Pihaknya menyarankan, setelah berlakunya UU Nomor 3 Tahun 2020 tersebut, maka perlu dilakukan sinkronisasi regulasi guna memperkuat sistem integritas izin pertambangan dengan membentuk unit pengawasan di daerah.

Kemudian, perlu dilakukan perbaikan mekanisme keterbukaan informasi perizinan, integrasi kanal pengaduan serta mekanisme penanganannya.

“Pemerintah Aceh juga perlu mengembangkan mekanisme kolaboratif untuk akuntabilitas izin pertambangan di Aceh,” pungkasnya.