Warta Ekonomi, Bandung – PT PLN Unit Induk Pembangunan Jawa Bagian Tengah (PLN UIP JBT) terus menggenjot penggunaan serta pembangunan pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT). RUPTL (Rencana usaha Penyediaan Tenaga Listrik) 2021-2030 yang telah disusun bersama Pemerintah menjadi yang terhijau sepanjang sejarah, di mana 51 persen pembangunan pembangkit akan menggunakan EBT yang ramah lingkungan.

Pembangunan PLTS Apung Cirata serta PLTA Jatigede akan meningkatkan porsi EBT dalam bauran energi nasional. Saat ini, progress konstruksi proyek PLTS Apung Terbesar sudah mencapai 61,95 persen. PLTS ini akan memiliki kapasitas sebesar 145 Mega-Watt, Alternating Current (MWac) dan menjadi yang terbesar di Asia Tenggara.

Sementara, PLTA Jatigede akan memiliki kapasitas sebesar 2×55 Mega Watt (MW) dan saat ini telah mencapai progres pembangunan hingga 94 persen. Kedua proyek tersebut ditargetkan dapat rampung dan mulai beroperasi di akhir tahun ini.

Hal itu terungkap saat PLN UIP JBT bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan melakukan kunjungan lapangan ke Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Apung Cirata di Kabupaten Purwakarta serta Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Jatigede di Kabupaten Sumedang.

Kunjungan lapangan yang berlangsung selama 2 (dua) hari dari 5-6 Juli tersebut dimaksudkan untuk memantau kesiapan kedua proyek tersebut. “Melalui transformasi serta sejumlah program PLN untuk menuju Green Economic, kami optimis NZE pada 2060 bisa tercapai,” kata General Manager PLN UIP JBT, Djarot Hutabri, kepada wartawan di Bandung, Jumat (7/7/2023).

Djarot menyebutkan, saat ini PLN memberikan fokus penuh terhadap transisi energi demi mencapai Net Zero Emission (NZE) di tahun 2060 atau lebih cepat. Dirinya juga menjelaskan bahwa sampai tahun 2023, PLN berhasil menurunkan emisi karbon sekitar 50 juta ton CO2.

“Sampai dengan tahun 2023 ini, PLN telah berhasil mengurangi emisi CO2 sebesar 50 juta ton, dari Business as Usual (BAU) sebesar 334 juta ton CO2 turun menjadi 284 juta ton CO2,” ujarnya.

PLN terus melakukan banyak upaya dalam dekarbonisasi. Pengembangan pembangkit EBT hingga 51,6 persen dari total penambahan pembangkit sesuai RUPTL 2021-2030; melakukan co-firing atau pencampuran batu bara dengan biomassa pada PLTU; dedieselisasi pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD); hingga uji coba perdagangan karbon pertama di 26 pembangkit listrik PLN menjadi beberapa upaya PLN untuk menurunkan emisi karbon serta mempersiapkan diri terhadap perubahan iklim dunia.

“Langkah-langkah ini dilakukan PLN untuk bisa mengurangi emisi dari sektor pembangkitan, serta menjadi komitmen PLN dalam transisi energi yang jauh lebih hijau untuk memastikan kehidupan yang lebih baik di masa mendatang,” ungkapnya.

Adapun Koordinator Evaluasi Pembangunan Infrastruktur Penyediaan Tenaga Listrik, Husni Safruddin, menyampaikan bahwa Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan (DJK) memberikan dukungan penuh terhadap penyelesaian kedua proyek tersebut. Ia juga menyebutkan akan memberikan dukungan dalam proses penerbitan Sertifikat Laik Operasi (SLO) sehingga Commercial Operation Dateb (COD) dapat dicapai sesuai target waktu yang telah ditentukan.

“Terkait dengan adanya kendala maupun isu-isu yang terjadi di lapangan agar segera dikoordinasikan dengan DJK agar didiskusikan untuk menemukan solusinya,” pungkasnya.

Sumber: Warta Ekonomi