KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Revisi Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi (RUU Migas) yang merupakan inisiatif DPR diharapkan dapat rampung di 2023. Sejauh ini memang belum ada perkembangan yang signifikan karena pemerintah dan DPR RI masih dalam proses menyelesaikan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET).
Yang terang, sejauh ini pembahasan RUU Migas antara DPR RI, pemerintah, dan pelaku usaha melalui Indonesian Petroleum Association (IPA) terus berjalan.
Hal ini terbukti dari agenda Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) antara Komisi VII DPR RI dengan IPA yang berlangsung secara tertutup pada 13 Februari 2023. Salah satu pembahasan dalam rapat tersebut ialah usulan masukan IPA terhadap RUU Migas.
Plt Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Mohammad Kemal menjelaskan, pembahasan RUU Migas kali ini merupakan inisiatif DPR, sehingga seluruh proses akan diarahkan pihak legislator.
“Nantinya proses pembahasannya akan dilakukan oleh DPR dan Pemerintah yang diwakili oleh Kementerian ESDM,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Senin (27/2).
Kemal menyampaikan, SKK Migas merupakan bagian dari tim pemerintah. Pihaknya sejak awal dilibatkan dalam pembahasan RUU tersebut. Adapun proses diskusi antara SKK Migas dan Pemerintah sudah berlangsung lama. “Kan RUU Migas ini masuk ke dalam program legislasi nasional (prolegnas) juga sudah beberapa tahun belakangan,” ujarnya.
Sedikit kilas balik, sejak 2010 RUU Migas sudah masuk ke dalam Prolegnas. Adapun pada 2015-2019 RUU Migas masuk dalam Prolegnas Prioritas. Namun hingga selesai masa kerja DPR RI pada 2019, belum juga membuahkan hasil.
RUU Migas kembali terdaftar dalam Prolegnas 2020-2024, tetapi hingga 27 Februari 2023 statusnya masih terdaftar. Meski begitu, Komisi VII DPR RI memproyeksikan RUU Migas bisa rampung di 2023.
Pada akhir Desember 2022, Direktur Jenderal Minyak dan Gas (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji menyatakan, pemerintah siap mengajukan usulan RUU Migas dengan beberapa poin perbaikan, antara lain perizinan dan kemudahan berusaha.
“Kami telah membahas (revisi UU Migas) beberapa kali juga bersama dengan Badan Keahlian DPR, SKK Migas dan saya rasa kami sangat siap untuk mengajukan rancangan ini. Utamanya adalah untuk memperbaiki iklim investasi,” ujarnya Senin (26/12).
Revisi UU Migas diharapkan dapat memperbaiki iklim investasi Indonesia yang diakui Tutuka kurang menarik dibandingkan negara tetangga.
“Kecepatan pengembalian modal juga kurang baik. Kita perlu perbaiki itu supaya lebih kompetitif,” ujar Tutuka.
Tutuka menyadari, saat ini dunia mulai beralih ke energi terbarukan. Di sisi lain, Indonesia masih memiliki energi fosil yang banyak. Menurut dia, akan bijaksana kalau Indonesia juga mengeksploitasi energi fosil ini terutama gas, sebagai modal menuju energi terbarukan.
“Jadi kita tidak sekedar jadi built-up, tetapi dengan modal dari energi fosil ini kita bisa membangun energi terbarukan di dalam negeri,” imbuhnya.
Hal yang sama juga pernah disampaikan Indonesian Petroleum Association (IPA). IPA menegaskan kolaborasi antara pemerintah dan pelaku industri di sektor migas diperlukan agar kebijakan yang tepat dan model bisnis yang kompetitif untuk mendukung penerapan teknologi rendah emisi pada aktivitas migas di Indonesia dapat segera terwujud.
Presiden Indonesian Petroleum Association (IPA) periode 2023, Yuzaini Bin Md Yusof menyampaikan, industri hulu migas di Indonesia ke depan masih akan memegang peranan yang penting karena penyediaan energi yang berkelanjutan dan terjangkau merupakan hal yang harus dipastikan keberadaannya oleh seluruh pemangku kepentingan.
“Kerja sama yang erat di antara para pelaku industri dengan pemerintah pun menjadi sangat penting untuk dilanjutkan agar kebijakan yang dihasilkan terkait transisi energi dapat menguntungkan seluruh pihak, baik regulator maupun investor,” jelasnya dalam keterangan resmi, Kamis (15/12).