Jakarta – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengapresiasi upaya yang dilakukan pelaku usaha sektor hulu minyak dan gas bumi dalam menurunkan emisi karbon di kegiatan operasionalnya.

Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar menilai penerapan teknologi modern di kegiatan hulu migas akan berdampak signifikan pada upaya penurunan emisi karbon nasional. Untuk itu, pihaknya menaruh harapan terhadap program penurunan emisi melalui penerapan teknologi maju di sektor oleh hulu migas. Pasalnya, keberhasilan program ini akan mempengaruhi pencapaian target dekarbonisasi atau Net Zero Emission (NZE) Indonesia

“Saya sampaikan terima kasih dan apresiasi yang amat tinggi terhadap industri hulu migas yang sudah mengawal program penghijauan sebagai komitmen menuju NZE pada 2060 atau lebih cepat,” ujar Siti dalam keterangan tertulis, Selasa (29/11/2022). Hal ini ia sampaikan saat berbicara pada 3rd International Oil and Gas Convention 2022 di Nusa Dua, Bali, Kamis (24/11).

Dalam kesempatan tersebut, Siti menyampaikan dalam upaya membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat celcius, dibutuhkan pengurangan emisi gas rumah kaca global yang cepat, dalam dan berkelanjutan. Hal ini termasuk dengan mengurangi emisi karbon dioksida global sebesar 45% dan sebesar 43% pada 2030.

Mengacu pada IEA22, kata Siti, emisi gas rumah kaca global di sektor energi pada 2018 dikontribusikan 42% dari batubara, 37% dari minyak, dan 21% dari gas alam. Sedangkan, Intergovernmental Panel Climate Change (IPCC) merekomendasikan negara-negara untuk fokus pada pengurangan infrastruktur bahan bakar fosil yang didominasi oleh sektor listrik.

Adapun hal Ini ditindaklanjuti dengan keputusan di Glasgow yang mengamanatkan negara-negara untuk beralih ke energi emisi rendah.

“Sama halnya dengan kondisi global, industri migas di Indonesia, masih memiliki peran signifikan dalam menyediakan kebutuhan energi khususnya di sektor transportasi dan industri,” paparnya.

Situ pun menambahkan permintaan minyak secara global akan turun menjadi 75 juta barel per hari pada 2030. Penurunan ini diakibatkan meningkatnya penggunaan mobil listrik dari 10% yang dijual pada 2021 menjadi 60% pada tahun 2030.

Dalam jangka panjang di Indonesia, kata Siti, pangsa migas dalam total energi primer mencapai 585.000.000 ton setara minyak, pada 2050. Total emisi gas rumah kaca Indonesia pada 2020 adalah 1,05 giga ton C02.

Adapun angka ini berasal dari sektor energi sekitar 584 juta ton CO2, atau 55,62%, di mana minyak dan gas berkontribusi 164,7 juta ton, 15,69% dari kilang, sedangkan dari transportasi sekitar 12,8% dan lainnya 1,5%.

Guna mencapai target NZE, Siti menyebut industri migas perlu segera melakukan berbagai strategi yang mendukung dekarbonisasi.

“Agar kita dapat bergerak maju mencapai NZE 2060 atau lebih cepat, minyak dan gas dituntut untuk merespons dengan tepat dan tepat dalam transisi ke dekarbonisasi. Saya juga ingin menyambut perusahaan minyak dan gas yang telah mendeklarasikan atau mengambil langkah-langkah untuk didekarbonisasi pada tahun 2050 dalam menanggapi tantangan ini,” papar Siti.

Siti menyebut saat ini sejumlah teknologi CCS (Carbon Capture and Storage) dan CCUS (Carbon Capture, Utilization, and Storage) sebagaimana direkomendasikan oleh IPCC R6 telah diterapkan. Beberapa perusahaan dikatakan Siti juga telah menggeser keseluruhan proses bisnis terkait aspek teknis dan keuangan guna mendukung transisi energi.

“Dalam kesempatan ini, saya juga ingin mengajak SKK Migas dan perusahaan migas untuk membahas lebih lanjut mengenai kemungkinan memasukkan aksi mitigasi jangka pendek ke dalam NDC Kedua mendatang yang rencananya disiapkan pemerintah,” pungkasnya.

Sumber: https://finance.detik.com/energi/d-6433957/menteri-lhk-puji-penerapan-teknologi-hulu-migas-dalam-dekarbonisasi