Jakarta, CNN Indonesia —
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengeluarkan aturan soal kapan Indonesia bisa disebut mengalami krisis BBM dan energi.
Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 12 tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan dan Penanggulangan Krisis Energi dan/atau Darurat Energi.
Dalam Pasal 12 beleid yang diteken Arifin pada 18 Oktober lalu tersebut, dijelaskan Indonesia bisa dianggap mengalami krisis BBM bila berdasarkan kondisi teknis, pemenuhan cadangan operasional minimum BBM diperkirakan tidak terpenuhi dan tidak tertanggulangi oleh Badan Usaha selama lebih dari 30 (tiga puluh) hari ke depan.
Namun, hal tersebut berbeda untuk listrik dan LPG. Untuk listrik, Arifin mengatur bahwa Indonesia bisa dikatakan krisis listrik bila terjadi dua masalah.
Pertama, terjadi pemadaman dalam 3 (tiga) hari berturut-turut akibat pengurangan beban (load curtailment) yang diperkirakan akan terus berlanjut lebih dari 30 hari. Kedua, tidak terpenuhinya cadangan operasional minimum diperkirakan tidak tertanggulangi oleh Badan Usaha selama 1 tahun ke depan untuk memenuhi kebutuhan pasokan suatu tempat.
Sementara itu untuk LPG, krisis terjadi bila pemenuhan cadangan operasional minimum LPG diperkirakan tidak terpenuhi dan tidak tertanggulangi selama lebih dari 30 (tiga puluh) hari ke depan.
Sedangkan untuk gas Bumi, krisis ditetapkan bila kondisi teknis operasional pemenuhan kebutuhan minimum pelanggan energi tersebut diperkirakan tidak terpenuhi dan tidak tertanggulangi selama lebih dari 6 bulan ke depan.
Nantinya, penetapan krisis atau darurat energi akan ditetapkan oleh presiden atas usulan menteri dan rekomendasi sidang anggota.
Nah, dalam rangka mengantisipasi kesiapan menghadapi krisis energi dan itu, Arifin mengatur Direktur Jenderal, Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional, Kepala Badan
Pengatur, dan pimpinan Badan Usaha melakukan simulasi langkah-langkah penanggulangan.