Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) meminta agar pelaksanaan mandatori program campuran biodiesel sebesar 35% atau B35 pada Bahan Bakar Minyak (BBM) Solar bisa mulai diberlakukan pada 2023.

Hal ini seiring dengan lebih rendahnya harga biodiesel dibandingkan harga BBM Solar dunia yang kian mahal.

Hal tersebut diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Airlangga menyebut, penerapan B35 ini diharapkan juga bisa menekan impor BBM RI.

“Arahan Presiden (Jokowi) tahun depan dibuatkan mekanisme implementasi B35 yang direncanakan baik. Karena saat sekarang ini, harga biodiesel lebih rendah dari biosolar, maka biodiesel tak disubsidi dengan harga seperti ini,” ungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Menko Perekonomian), Airlangga Hartarto dalam keterangan persnya terkait Sidang Kabinet Paripurna di Kantor Presiden, Selasa (6/11/2022).

Lantas, apakah program ini menyiratkan bahwa Pemerintah Indonesia mengantisipasi krisis Solar ke depannya? Terutama, ketika sejumlah negara mengalami krisis pasokan Solar yang membuat harga Solar kian mahal.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengakui kebijakan mandatori biodiesel 35% (B35) ini guna mengantisipasi meningkatnya harga minyak dunia. Tak hanya itu, ini juga bertujuan mengurangi impor Solar.

“Sebagaimana yang disampaikan oleh Bapak Menko Bidang Perekonomian setelah sidang kabinet paripurna pada tangal 6 Desember 2022, kebijakan B35 diambil sebagai antisipasi atas meningkatnya harga minyak dunia dan untuk mengurangi impor Solar,” ucapnya kepada CNBC Indonesia, Rabu (07/12/2022).

Namun di lain pihak, lanjutnya, kebijakan ini juga bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan ketahanan dan kemandirian energi nasional, serta menurunkan emisi gas rumah kaca dari sektor energi.

Seperti diketahui, sejak beberapa bulan lalu dunia tengah mengalami krisis BBM, utamanya Solar. Hal ini salah satunya juga dipicu oleh terbatasnya pasokan BBM asal Rusia sejak embargo komoditas energi Rusia digaungkan akibat serangan Rusia ke Ukraina mulai 24 Februari 2022 lalu.

Ini turut berdampak pada harga Solar non subsidi di dalam negeri yang terus naik selama beberapa bulan terakhir. Terbaru, harga Solar non subsidi di Desember 2022 naik menjadi hingga Rp 18.800 per liter.

Harga Dexlite yang dijual Pertamina misalnya, per 1 Desember 2022 ini harganya naik menjadi Rp 18.300 per liter dari Rp 18.000 per liter pada November 2022. Begitu juga dengan Pertamina DEX naik menjadi Rp 18.800 per liter dari sebelumnya Rp 18.550 per liter.

Beberapa waktu yang lalu, bisnis pemasok Solar di Amerika Serikat (AS) telah menyalakan sirine ‘darurat stok’ untuk BBM Solar di sepanjang Pantai Timur AS.

Sebagaimana dimuat dalam RT News yang dikutip oleh Bloomberg, disebutkan bahwa stok bahan bakar diesel AS telah mengalami penurunan yang stabil selama berbulan-bulan, mencapai level terendah sejak 2008 pada Oktober. Saat ini, Negeri Paman Sam hanya memiliki cadangan pasokan Solar selama 25 hari.

Tak hanya Amerika Serikat, Prancis hingga Korea Selatan pun kini tengah dilanda krisis BBM. Hal ini dipicu oleh aksi mogok kerja pekerja kilang yang meminta kenaikan gaji akibat lonjakan inflasi dan biaya hidup yang semakin mahal.

Terbaru, Korea Selatan juga menghadapi masalah serupa. Serikat pekerja dan pengemudi truk melakukan aksi mogok nasional, sehingga berdampak pada hampir 100 pom bensin di seluruh negeri krisis pasokan.

Sumber: https://www.cnbcindonesia.com/news/20221207162605-4-394659/krisis-bbm-solar-di-mana-mana-jokowi-minta-b35-jalan-di-2023