Kota Tangerang Selatan, Banten (ANTARA) – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) mengatakan sampah merupakan bagian dari potensi energi terbarukan yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan energi nasional serta mendukung capaian bauran energi terbarukan sebesar 23 persen pada 2025.
“Sampah di sisi lain memiliki nilai tambah jika dapat diubah menjadi energi yang aman dan efisien dan dikelola secara komprehensif. Sampah dapat dimanfaatkan menjadi sumber energi terbarukan untuk memenuhi kebutuhan energi nasional,” kata Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Edi Wibowo.
Hal tersebut dikatakan Edi dalam workshop virtual bertajuk “Optimalisasi Refused-Derived Fuel untuk Dekarbonisasi Sektor Energi dan Pencapaian Target NDC di Indonesia (RDFact)” yang digelar Resilience Development Initiative (RDI) di Kota Tangerang Selatan, Banten, Jumat.
Ia mengatakan pemanfaatan sampah untuk energi juga merupakan salah satu program prioritas nasional, sesuai Perpres Nomor 35 Tahun 2018 tentang Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan. Hal ini dilakukan melalui pencanangan di 12 kota untuk pembangunan pengolahan sampah menjadi energi listrik atau pengolahan sampah menjadi energi listrik.
“Presiden Joko Widodo juga sudah mengkhawatirkan adanya timbunan sampah atau dikenal juga dengan darurat sampah di kota-kota besar, dengan adanya Perpres 35 tadi diharapkan di 12 kota bisa teratasi masalah sampah-sampah yang terus menumpuk dan segera terselesaikan,” kata Edi.
Ia menjelaskan limbah dapat dimanfaatkan sebagai sumber listrik untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dan juga dapat diolah menjadi bahan bakar refused derived fuel (RDF) atau solid recovered fuel (SRF) yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar pencampur/cofiring batu bara pada PLTU atau sebagai bahan bakar.
Implementasi program RDF/SRF untuk energi, di antaranya cofiring biomassa pada PLTU, RDF pada program Citarum Harum, RDF di Cilacap untuk kiln semen, tempat olah sampah setempat (TOSS), Biomass Operation System of Saguling (BOSS), Jeranjang Olah Sampah Setempat (JOSS), gerakan Ciliwung bersih, dan rencana pembangunan RDF lainnya.
Dalam kesempatan itu, ia juga membeberkan beberapa kebijakan umum pengelolaan sampah menjadi energi, di antaranya kewenangan pengelolaan sampah, termasuk pengolahan menjadi energi berada di tingkat kota.
Kemudian, pemerintah mewajibkan PT PLN (Persero) untuk membeli listrik yang dihasilkan dari Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) untuk mendukung pemda mengatasi sampah.
“Di mana ketentuan pembelian tenaga listrik mengacu pada kebijakan energi nasional dan rencana umum ketenagalistrikan,” kata Edi.
Kebijakan selanjutnya ialah Menteri ESDM menetapkan harga dan formula tarif listrik dari PLTSa.
Kemudian, Kementerian ESDM saat ini sedang memfinalisasi peraturan menteri tentang penerapan cofiring pada PLTU eksisting. Peraturan itu bertujuan untuk mengatasi masalah limbah, meningkatkan pangsa EBT, dan mengurangi emisi dari pembakaran batu bara.
Peraturan tersebut mewajibkan penerapan cofiring untuk PLTU milik PT PLN (Persero) dan sukarela untuk PLTU milik independent power producer (IPP) serta untuk PLTU yang berlokasi di wilayah usaha tertentu.
Dikutip dari laman ebtke.esdm.go.id, RDF adalah breakthrough dalam pengelolaan sampah yang dapat mengurangi timbunan sampah, dapat dikembangkan dalam berbagai skala sejalan dengan upaya 3R (reduce, reuse, recycle), dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik, dan menyediakan energi bersih bagi masyarakat.
Bersumber dari sistem informasi pengelolaan sampah nasional, jumlah sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) sebanyak 864.469 ton/hari dan yang tidak terkelola sebesar 3.964.946 ton/hari. Menurut data Direktorat Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan PT PLN, terdapat 30 kabupaten/kota dengan jumlah timbunan sampah yang berpotensi untuk diolah menjadi RDF dan menjadi penyuplai cofiring biomassa PLTU.
Sedangkan, cofiring merupakan proses penambahan biomassa sebagai bahan bakar pengganti parsial ke dalam boiler batu bara tanpa melakukan modifikasi yang signifikan. Cofiring dipilih sebagai solusi jitu, karena selain mengurangi penggunaan energi fosil dalam hal ini batu bara pada PLTU, juga sebagai alternatif untuk pengolahan sampah tanpa harus membangun PLTSa.
Sumber: ANTARA