KONTAN.CO.ID – TANGERANG SELATAN. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengusulkan fleksibilitas pengadaan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) untuk proyek pembangkit hijau.

Usulan tersebut diharapkan bisa masuk ke dalam salah satu poin aturan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET).

Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana mengaskan, pada dasarnya pihaknya mendukung pengadaan TKDN dalam pembangkit energi terbarukan.

Hanya saja, dia menyoroti, seharusnya penggunaan komponen lokal tersebut bisa memberikan efek saling menguntungkan bagi pengembangan energi hijau maupun pihak industri manufaktur.

“Persoalan yang terjadi PLN ada beberapa proyek yang tidak bisa dieksekusi karena terkait dengan proses pengadaan yang ada TKDN, padahal pendanaan berasal dari luar negeri. Semua meminta dalam proses pengadaannya TKDN tetap dihormati tetapi tidak menjadi syarat,” jelasnya dalam acara EBTKE ConEx di ICE BSD, Rabu (12/7).

Melihat kondisi tersebut dikhawatirkan, peluang pendanaan dari Just Energy Transition Partnership (JETP) sebesar US$ 20 miliar terhalang karena syarat TKDN yang membuat proyek lambat direalisasikan.

Dadan menegaskan dalam persoalan ini tidak ada pihak yang benar maupun salah. Yang terpenting ialah mencari jalan keluar sehingga memberikan dampak saling menguntungkan yakni energi terbarukan masuk, begitu juga industri lokal tetap menadah berkahnya.

Adanya persoalan ini, ia mengusulkan fleksibilitas TKDN ini bisa dimuat dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET).

Namun berdasarkan pembahasan terakhir, Dadan menyatakan, pemerintah dengan Komisi VII DPR RI belum sepakat mengenai fleksibilitas TKDN.

“Menurut saya jadi harus janjian TKDN berapa lama sampai pabrik (komponen pembangkit) itu selesai. Nah ini belum deal perlu dukungan semua pihak,” jelasnya.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa menjelaskan komitmen pendanaan yang besar dari JETP yang akan dituangkan dalam rencana investasi ini, hanya bisa direalisasikan jika hambatan investasi energi terbarukan dapat di selesaikan.

“Beberapa hambatan itu seperti prosedur pengadaan di PLN, aturan TKDN untuk PLTS yang tidak sesuai dengan perkembangan industri dan subsidi harga batubara lewat kebijakan harga DMO dapat segera diselesaikan pada tahun ini,” ujarnya.

Asal tahu saja, dalam lima tahun terakhir investasi energi terbarukan selalu di bawah target dan kapasitas terpasang energi terbarukan hanya tumbuh 300-500 MW per tahunnya.

Sedangkan kebutuhan penambahan pembangkit energi terbarukan mencapai 26 GW lebih dalam 8 tahun ke depan atau sekitar 3-4 GW per tahun.

Sumber: KONTAN