Jakarta, CNBC Indonesia – Kemacetan horor panjang hingga 22 jam akibat truk batu bara yang terjadi di Jambi beberapa waktu lalu belum menemui solusi. Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Hendro Sugiatno protes ke pejabat di Kementerian ESDM yang mudah memberikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) namun tidak memperhatikan faktor lain seperti dampak lingkungannya.

“Kementerian ESDM keluarkan aturan tapi tidak ada kontrolnya. Saya pernah koordinasi gimana anda keluarkan (IUP) tapi anda gak kontrol, (jawabannya) saya kan menunggu surat dari daerah, melanggar atau tidak. Kan pusing kalau tiap hari pakai surat, tidak ada cek ke bawah, harusnya cek ke bawah kalau melanggar,” kata Hendro dalam rapat kerja dengan Komisi V DPR RI, Rabu (29/3/23).

Pelanggaran yang terjadi akibat banyaknya truk batu bara yang menggunakan jalan nasional, padahal seharusnya truk tersebut menggunakan jalur khusus. Hal ini tertuang dalam Undang Undang No 3 Tahun 2020 atas Perubahan tentang Undang Undang No 4 Tahun 2009 Pertambangan Mineral dan Batu Bara, dimana pada Pasal 91 ayat 1 Pemegang IUP dan IUPK Wajib menggunakan jalan pertambangan dalam pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan.

“Ini tantangan karena di UU 3 Tahun 2020 wajib menggunakan jalan khusus. Harus penuhi peraturan UU, kalau gak penuhi gak boleh tapi sampai hari ini gak ada yang penuhi peraturan UU, makanya saya tiap hari koordinasi untuk penindakan terus,” sebut Hendro.

Foto: Macet Jambi (Ist via Detik) Macet Jambi (Ist via Detik)

Kemudian pada aturan yang sama di pasal 2 disebutkan jalan pertambangan dapat dibangun sendiri oleh pemegang IUP dan IUPK atau bekerja sama. Sayangnya banyak pengusaha pertambangan yang tidak patuh dalam melaksanakan aturan ini. Hendro pun meminta masalah ini bisa dikendalikan dari sisi hulu.

“Masalah batu bara di Jambi sudah berpuluh tahun, sampai hari ini sudah 89 IUP keluar, tiap tahun keluar terus IUPnya, tapi gak selesai-selesai jalannya. Penyelesaiannya mulai dari hulu gak bisa dari hilir, mau taruh anggota 1 meter-1 orang sampai tambang, tetap masalah gak selesai, mau tindak tiap hari gak mungkin selesai. Ibarat kita pasang anggota dari sini ke Surabaya tetap macet, sama dengan ini, kalau hulu gak diselesaikan,” katanya.

Selain itu, Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jambi No 13 Tahun 2012 Tentang Pengangkutan Batu Bara Dalam Provinsi Jambi juga menegaskan arahan yang sama, dimana pada Bab III Pasal 5 ayat (1) disebutkan Setiap pengangkutan Batubara dalam Provinsi Jambi wajib melalui Jalan khusus atau Jalur sungai bahkan di ayat (2) Kewajiban melalui jalan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus siap selambat-lambatnya Januari 2014.

“Waktu ditutup Gubernur beberapa hari saja, Sabtu oleh gubernur dibuka saya perintahkan Polda tutup jalannya. Gubernur buka, silakan buka, gubernur buka kewenangan izin tambang, tapi kita punya kewenangan di izin jalannya. Beberapa hari dikerjakan oleh Polda, kalau gak bisa saya turun kesana untuk ditutup juga,” sebut Hendro.

“Saya mohon kepada gubernur Jambi karena Perda sudah dari 2012, tinggal jalankan aja perda itu, kalau ada kecerdasan untuk selesaikan ini saya yakin selesai,” lanjutnya.

Ia juga menyoroti bagaimana perusahaan tambang masih bandel dalam mengajukan izin lainnya, yakni Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) Lalu Lintas. Padahal di PP 30/2021 Tentang Penyelenggaraan Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebut, tepatnya ayat (5) memerintahkan adanya kewajiban AMDAL lalin.

“AMDAL lalin untuk jalan nasional, AMDAL dikeluarkan Ditjen Perhubungan Darat, dari 89 pengusaha yang punya izin, hanya 3 yang mengajukan analisa AMDAL, yang lainnya tidak mengurus ini. Kalau mengurus pun dalam kondisi seperti ini saya mungkin gak keluarkan. Padahal di UU jelas perintahkan mengurus AMDAL lalin,” sebut Hendro.

Sumber: CNBC Indonesia