Jakarta (ANTARA) – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menargetkan realisasi Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam bauran energi nasional mencapai 23 persen di tahun 2025.
“Targetnya di tahun 2025 23 persen energi kita berasal dari EBT. Per sekarang, akhir tahun lalu capaiannya 12,3 persen jadi memang masih cukup jauh ya,” kata Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Dadan Kusdiana dalam Webinar Kontribusi Sawit terhadap Net Zero Emission Indonesia, Rabu.
Dadan menuturkan Indonesia memiliki potensi EBT yang besar, tersebar dan beragam dengan total mencapai 3.689 Giga Watt untuk mendukung ketahanan energi nasional dan pencapaian target bauran EBT.
Secara rinci, potensi hidro tersebar di seluruh wilayah Indonesia terutama Kalimantan Utara, Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Papua. Total potensi energi hidro mencapai 95 Giga Watt (GW) dan yang baru terpasang 6.693 Mega Watt (MW)
Lalu potensi energi surya yang terutama berada di NTT, Kalimantan Barat dan Riau dengan potensi mencapai 3.295 GW. Sedangkan yang terpasang baru sebatas 301 MW. Kemudian potensi angin dengan kecepatan lebih dari 6m/s terdapat di NTT, Kalimantan Selatan, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Aceh dan Papua dengan potensi 155 GW dan realisasinya baru 154 MW.
Untuk potensi energi panas bumi yang tersebar di Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi dan Maluku mencapai 24 GW dengan realisasi mencapai 2.365 MW.
Adapun untuk energi laut yang tersebar di NTT, NTB, Bali dan Maluku dengan potensi 63 MW dan belum ada satupun yang terpasang.
“Kami dari Kementerian ESDM didukung sektor terkait termasuk Pertanian sedang mempercepat dan mencari upaya supaya target yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah bisa tercapai. Jadi angkanya begitu kita 23 persen secara volume angka naik terus,” tuturnya.
Optimisme mencapai realisasi EBT 23 persen dalam bauran energi nasional tersebut didukung oleh pemanfaatan EBT yang cenderung naik sejak 2017. Pada 2022, pemanfaatan EBT naik 18 persen yakni sebanyak 21,48 MBOE dari 2021 yang berjumlah 181 MBOE.
“Kenaikan hampir 250 atau 260 persen selama kurun waktu 5 tahun. Jadi kita sudah dua kali lipat dari sisi jumlah EBT yang dihasilkan, tapi persentasenya tidak naik seperti jumlah volumenya karena yang lain pun naik terutama naiknya dari pemanfaatan batu bara. Ini kondisi saat ini” sebutnya.
Deden juga mengatakan pemerintah telah berkomitmen untuk mencapai 23 persen bauran EBT untuk memberikan nol emisi karbon melalui penerapan EBT yang masif, efisiensi energi hingga fuel switching.
“Kalau kita mengeluarkan emisi di Indonesia, emisi ini akan memberikan dampak ke tempat yang lain. Jadi, upayanya ini memang upaya bersama dari seluruh negara dunia. Memang dampaknya berbeda-beda, kita pun akan mendapat dampak yang cukup besar karena kita negara kepulauan,” ucap dia.
Sumber: ANTARA