PEMERINTAH membuka opsi menambah besaran insentif konversi motor bahan bakar minyak (BBM) ke motor listrik dari Rp7 juta per unit menjadi Rp10 juta. Langkah ini sebagai upaya untuk mengejar target kuota insentif konversi motor listrik sebesar 50.000 unit hingga akhir 2023.

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yudo Dwinanda Priaadi menuturkan, dengan adanya opsi penaikan besaran insentif, dapat menarik minat masyarakat mendaftar program bantuan pemerintah tersebut.

“Opsi ini menjadi alternatifnya. Tentu kalau bentuknya seperti itu (insentif menjadi Rp10 juta), akan menarik minat masyarakat,” ujarnya di Kantor Kementerian ESDM di Jakarta, Minggu (20/8).

Yudo menuturkan jika semakin banyak masyarakat menikmati bantuan dari pemerintah tersebut, maka tujuan untuk menekan polusi udara, khususnya di wilayah Jabodetabek, dapat terealisasi. Terlebih, ada keringanan biaya yang lebih besar untuk mengalihkan motor BBM ke listrik dengan insentif Rp10 juta per unit.

“Semakin menarik (jumlah insentif konversi motor listrik), akan semakin senang kan masyarakat. Dan kita semangat mendorong ini karena melihat polusi juga,” jelas Yudo.

Kementerian ESDM, diakuinya, tengah aktif menyosialisasikan program konversi motor listrik di berbagai daerah. Pihaknya optimistis kuota insentif konversi motor listrik di tahun ini akan laris dilirik masyarakat.

“Program ini masih jalan terus. Kami masih cukup yakin kita bisa capai di akhir tahun ini,” tutupnya.

Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (RK) yang pertama kali membeberkan wacana penambahan besaran insentif konversi motor listrik. Ini disampaikan RK usai rapat koordinasi permasalahan pencemaran polusi udara di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jakarta, Jumat (18/8).

“Ada wacana insentif dari Rp7 juta ke Rp10 juta untuk motor listrik konversi. Ini untuk mempermudah urusan,” ungkapnya.

Menurutnya, rencana tersebut penting direalisasikan agar masyarakat semakin berminat menggantikan motor konvensionalnya ke motor listrik. RK berujar dalam kajiannya, sumber polusi tertinggi berasal dari aktivitas kendaraan bermotor dengan presentase sebesar 75%, dan sisanya dari asap cerobong pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).

“Dari evaluasi kami, memang paparan PM 2.5 itu dari kendaraan. Sementara, polusi dari PLTU itu cuma 25%. Regulasi-regulasi untuk kemudahan kendaraan listrik akan dikuatkan,” tutupnya. (Z-5)

Sumber: Media Indonesia