Jakarta, CNBC Indonesia – Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto menegaskan bahwa angka-angka terkait nilai tambah dampak hilirisasi bahan mentah, seperti nikel tidak lagi perlu diperdebatkan karena angkanya sudah jelas.

Septian pun justru menyoroti perlunya hilirisasi di sektor lain yang dapat diintegrasikan jadi sebuah ekosistem industri,

“Yang perlu dorong adalah hilirisasi untuk sektor lain dan mengintegrasikan semua komoditas jadi ekosistem industri,” jelas Septian kepada CNBC Indonesia, Selasa (26/9/2023).

Ia mengatakan, setelah hilirisasi, akan terbentuk ekosistem baterai dan EV kompetitif, sehingga terbangun juga ekosistem industri. Di sisi lain, Septian juga mengantisipasi eksploitasi nikel yang jor-joran.

Pasalnya ia melihat harga nikel dan juga harga Nickel Pig Iron (NPI) cukup rendah. Dia merinci, saat ini beberapa smelter laba-ruginya juga negatif karena harga nikel yang cukup rendah ini.

“Jadi mekanisme pasar ini akan membuat mereka mengurangi ekspansi untuk NPI nya. Itu pertama. Tapi kita lihat untuk yang untuk dari bahan baku baterai ini saya kira masih sangat baik, jadi masih ada ekspansi cukup besar untuk sektor ini,” tegas Septian.

Apalagi saat ini bijih nikel kadar rendah juga bisa digunakan sehingga tidak ada yang terbuang dan justru bisa menjadi sesuatu yang berharga.

“Dari sisi pemerintah sendiri kita ingin jaga supaya jangan sampai terjadi over supply, karena kalau oversupply harga nikel jatuh berarti artinya nikelnya Indonesia ini kan akan dihargai lebih murah, jadi nilai tambangnya bisa turun. Jadi saya kira kita mencoba membalance terkait dengan supply nikel,” pungkas Septian.

Sebelumnya, Septian jugamenilai untuk mendukung terciptanya pengembangan pabrik baterai kendaraan listrik, maka yang harus dipastikan adalah siapa pengguna akhir dari baterai kendaraan tersebut yakni motor dan mobil listrik.

Oleh karena itu, kata dia, motor dan mobil listrik harus didorong untuk mendapatkan insentif, salah satunya adalah mengecilkan PPN dari 11% menjadi 1%. Insentif berupa PPN itu, katanya, untuk menarik minat investor masuk ke dalam negeri.

Sumber: CNBC Indonesia