BUMN pertambangan, PT Aneka Tambang (Antam), mendukung langkah pemerintah untuk menghentikan larangan ekspor bauksit pada Juni mendatang. Direktur Antam, Nico Kanter, mengatakan langkah tegas larangan ekspor akan memberikan kepastian bagi investor untuk membangun pabrik pengolahan mineral atau smelter di dalam negeri.
“Memang harus ada konsistensi dari pemerintah, kalau tiba-tiba minta relaksasi atau pengecualian nanti pasar akan melihat. Orang-orang yang mau investasi di smelter malah akan jadi lambat,” kata Nico di Jakarta, Kamis (6/4).
Dia berharap pemerintah bisa mengantisipasi kejadian negatif saat program hilirisasi pada bijih nikel sedang digodok. Nico bercerita, saat itu para pelaku usaha memberikan dokumen studi kelayakan atau Feasibility Study (FS) pembangunan smelter untuk mendapatkan pengecualian larangan ekspor dari pemerintah.
Setelah pemerintah memberikan relaksasi tersebut, sejumlah pelaku usaha memilih untuk tak melanjutkan perencanaan pembangunan smelter tersebut. “Rumornya bahwa pemerintah akan menunda larangan seperti pengalaman kebijakan nikel, itu yang bikin kacau,” ujar Nico.
Sekrataris Perusahaan PT Antam, Faisal Alkadrie, menyampaikan bahwa perusahaan sudah bersiap untuk menyikapi adanya larangan ekspor bauksit pada pertengahan tahun ini sebagaimana diamanatkan dalam dari Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba). Kebijakan hilirisasi produk mineral mentah diatur khusus pada Pasal 170A UU Minerba.
Faisal menambahkan, Antam berupaya meningkatkan penyerapan bauksit domestik melalui PT Indonesia Chemical Alumina (ICA) serta mengembangkan proyek Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) Mempawah bersama Inalum. Melalui PT ICA dan smelter baru di Mempawah, pasar penyerapan bauksit perusahaan dapat tetap stabil meskipun tidak mengekspor ke pasar internasional.
“Sejauh ini 40% produk bauksit Antam sudah mulai dipasarkan di pabrik domestik. Kami sudah mulai bersiap-siap jikalau larangan ekspor terjadi, istilahnya kami sudah tidak goyang,” ujar Faisal.
Sebelumnya, Kementerian ESDM meminta para pelaku usaha pertambangan bauksit agar tak mencemaskan hasil produksi tak terserap lantaran belum memiliki smelter.
Hal ini jelang larangan ekspor yang dipastikan berjalan pada Juni 2023. Sembari menunggu penambahan pabrik pemurnian secara bertahap, pemerintah menjamin produksi bauksit tahunan mampu terserap seluruhnya oleh empat smelter yang ada.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara (Minerba), Irwandy Arif, menyampaikan bahwa total serapan bauksit dari empat smelter yang ada saat ini mencapai 13,9 juta ton dengan keluaran 4,3 juta ton alumina.
Kapasitas input ini diklaim mampu menyerap seluruh produksi bauksit domestik secara menyeluruh. Irwandy pun meminta agar para produsen bauksit menyetorkan hasil tambang mereka kepada empat perusahaan yang telah memiliki smelter pribadi.
Empat perusahaan itu yakni PT Indonesia Chemical Alumina, PT Bintan Alumina Indonesia, PT Well Harvest Winning Alumina Refinery Line-1 dan PT Well Harvest Winning Alumina Refinery Line-2.
Sumber: Katadata