Liputan6.com, Jakarta Analisis dari perusahaan studi energi independen, Rystad Energy memprediksi investasi energi terbarukan di Asia Tenggara akan mencapai USD 76 miliar atau sekitar Rp. 1,1 kuadriliun pada tahun 2025.

Rystad Energy melihat, perusahaan minyak nasional (NOC) di sejumlah negara Asia Tenggara dan pemain hulu tradisional semakin fokus pada inisiatif energi yang lebih bersih dan ramah lingkungan.

“Tren peningkatan ini diperkirakan akan terus berlanjut, dengan perkiraan total pengeluaran sebesar USD 119 miliar pada akhir tahun 2027. Pengeluaran ini akan didorong oleh investasi pada proyek pembangkit listrik tenaga angin, tenaga surya, dan panas bumi,” ungkap Rystad Energi yang bermarkas di oslo, Norwegia dalam keterangan tertulis pada Selasa (22/8/2023).

Afiqah Mohd Ali, analis rantai pasokan senior di Rystad Energy mengatakan bahwa sia Tenggara secara historis mengalami kemajuan yang lebih lambat dalam pengembangan proyek energi ramah lingkungan.

“Kolaborasi yang efektif antara sektor swasta dan pemerintah menjadi sangat penting untuk memastikan pertumbuhan jangka panjang yang berkelanjutan di kawasan ini,” katanya.

“Asia saat ini sedang membuat kemajuan signifikan dalam memprioritaskan peralihan ke sumber energi yang lebih ramah lingkungan, didukung oleh fokus baru NOC. Pendekatan strategis ini akan sangat penting dalam mendorong transisi Asia Tenggara menuju energi berkelanjutan,” ujar Afiqah.

Pertamina
Rystad Energy menyoroti BUMN di sektor energi Indonesia, yakni Pertamina, yang memperluas partisipasi mereka dalam geothermal.

Sementara Petronas dari Malaysia membangun kehadiran penting di pemanfaatan dan penyimpanan karbon (CCUS). Petronas mengumumkan rencana ambisius untuk membangun fasilitas khusus terbesar di dunia pada tahun 2025, dan secara aktif menjalin kemitraan dengan entitas internasional untuk membuka potensi proyek regional.

Sumber: Liputan6.com