HILIRISASI INDUSTRI KELAPA SAWIT – Banyak masyarakat yang bertanya-tanya tentang apa keuntungan dari kebijakan nasional hilirisasi industri kelapa sawit.

Melansir laman Infopublik.id, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) membeberkan dampak positif yang luas bagi perekonomian nasional dari kebijakan hilirisasi kelapa sawit.

Informasi saja, hilirisasi industri kelapa sawit dimaknai sebagai upaya strategis meningkatkan nilai tambah komoditas kelapa sawit melalui proses pengolahan agar menjadi produk turunan yang memiliki nilai jual lebih tinggi.

Menurut Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika, terdapat beberapa keuntungan yang telah didapatkan dari program hilirisasi industri kelapa sawit.

Pertama, optimalisasi penyerapan hasil produksi petani rakyat (smallholder). Kedua, penyediaan bahan pangan, nonpangan, dan bahan bakar terbarukan. Ketiga, membangkitkan ekonomi produktif berbasis industri pengolahan.

“Selain itu, meningkatkan perolehan devisa negara dari ekspor produk hilir, berkontribusi pada keuangan negara melalui penerimaan pajak dan bukan pajak, serta menyuplai kebutuhan dunia terhadap pangan dan energi (feeding and energizing the world),” ungkapnya di Jakarta, Senin (14/8/2024).

Putu juga menegaskan, Kemenperin menerapkan bauran kebijakan (policy mix) secara konsisten dalam menjalankan program hilirisasi industri kelapa sawit. Hal itu didasari melalui Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2015 tentang Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional 2015-2035 dan beberapa peraturan tentang Kebijakan Industri Nasional.

Terdapat dua kebijakan utama dalam mempercepat pertumbuhan populasi industri hilir kelapa sawit, yaitu kebijakan fiskal tarif bea keluar progresif sesuai rantai nilai industri, serta insentif perpajakan bagi investasi baru atau perluasan sektor industri oleofood, oleochemical, dan biofuel.

“Kedua kebijakan ini sangat efektif dalam mendorong hilirisasi industri kelapa sawit,” imbuhnya.

Putu menerangkan, dalam sejarahnya, hilirisasi industri kelapa sawit konsisten dijalankan sejak 2007. Pada saat itu ekspor minyak sawit mentah atau Crude palm Oil (CPO) sekitar 60 persen dari total ekspor kelapa sawit nasional. Padahal, CPO digunakan sebagai bahan baku industri pangan, non pangan dan biofuel di negara tujuan ekspor sehingga nilai tambahnya kurang dinikmati oleh domestik.

Pada 2010, kapasitas pabrik pengolahan CPO (refinery) hanya sekitar 25 juta ton. Namun, melalui kebijakan hilirisasi, kapasitas refinery meningkat tiga kali lipat menjadi 75 juta ton pada 2022.

“Sementara itu, kapasitas terpasang pabrik biodiesel saat ini telah mencapai 17,5 juta ton per tahun, kemudian kapasitas terpasang industri oleofood mencapai 2,7 juta ton per tahun, dan kapasitas terpasang industri oleokimia mencapai 11,6 juta ton per tahun. Pencapaian gemilang ini merupakan hasil konsistensi kebijakan hilirisasi industri kelapa sawit dalam periode yang panjang,” tandas Putu.

Sumbang 3,5% terhadap PDB
Menganalisis data Badan Kebijakan Fiskal 2019 dan 2022, Kemenperin mencatat industri kelapa sawit berkontribusi sebesar 3,5 persen terhadap PDB nasional. Hingga saat ini, industri kelapa sawit dari sektor hulu sampai hillir mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 5,2 juta orang dan menghidupi lebihdari 21 juta jiwa.

Dalam aspek kuantitatif, ekspor produk industri kelapa sawit mencapai total volume 282 juta MT dengan total nilai US$ 176,84 miliar selama periode 2015-2022. Dari kinerja ekspor tersebut, negara melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menerima pendapatan pungutan ekspor sebesar Rp 182 triliun.

Dana tersebut telah digunakan sekitar Rp 152 triliun untuk menjaga keberlanjutan kelapa sawit nasional melalui program peremajaan sawit rakyat, peningkatan kualitas SDM, riset dan pengembangan sawit, advokasi dan kampanye positif sawit, serta peningkatan sarana dan prasarana termasuk insentif mandatory biodiesel.

Sumber: KONTAN