Jakarta, CNBC Indonesia – Nikel dan tembaga bakal menjadi salah satu komoditas penting dan sangat berharga, khususnya untuk pembuatan baterai dan mobil listrik. Untungnya Indonesia merupakan salah satu penghasil nikel terbesar dunia.
Bahkan pemerintahan Joko Widodo bermimpi menjadikan Indonesia ‘raja’ baterai kendaraan listrik, melalui program hilirisasinya. Sehingga saat ini sudah banyak pabrik-pabrik pengolahan biji nikel dan tembaga yang dibangun.
Berikut 3 pabrik penghasil bahan baku utama baterai kendaraan listrik yang ada di Indonesia :
Pertama, Indonesia melalui program hilirisasinya sudah mampu menghasilkan nikel sulfat atau bahan baku utama penyusun prekursor katoda baterai kendaraan listrik.
Produksi nikel sulfat itu dimiliki oleh Harita Nickel melalui unit bisnisnya PT Halmahera Persada Lygend (PT HPL) yang merupakan perusahaan afiliasi bisnis dari PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL).
Belum lama ini NCKL meresmikan operasional produksi nikel sulfat pertama di Indonesia dan juga merupakan yang terbesar di dunia. Peresmian operasi produksi nikel sulfat dengan kapasitas 240 ribu ton per tahun tersebut dilakukan di kawasan operasional Harita Nickel di Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara.
Pabrik nikel sulfat yang berdiri di Pulau Obi ini, diklaim akan menjadi pabrik pertama di Indonesia yang memproduksinya sekaligus menjadi yang terbesar di dunia dari sisi kapasitas produksi. Ekspor perdana 5.584 ton nikel sulfat yang dikemas dalam 290 kontainer telah dilakukan pada 16 Juni 2023.
Kedua, pabrik tembaga atau fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) tembaga menjadi katoda tembaga milik PT Freeport Indonesia (PTFI) di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) JIIPE, Gresik, Jawa Timur. Sampai pada Juni 2023 ini, progress pembangunan pabrik tembaga itu sudah mencapai 70,6%.
Pabrik tembaga yang di gadang-gadang sebagai smelter single line atau satu jalur terbesar di dunia ini diklaim mampu menyerap konsentrat tembaga sebanyak 1,7 juta ton per tahun. Nantinya, produk katoda tembaga yang dihasilkan bisa mencapai 600 ribu ton per tahun.
Selain menghasilkan produk katoda tembaga, smelter ini nantinya akan menghasilkan produk sampingan diantaranya produk yang terkandung dalam lumpur anoda, yakni emas dan perak murni sebanyak 6 ribu ton per tahun.
Produk sampingan lainnya, yaitu asam sulfat sebanyak 1,5 juta ton per tahun, terak tembaga sebanyak 1,3 juta ton per tahun, dan gipsum sebanyak 150 ribu ton per tahun.
Serapan tenaga kerja di smelter anyar tersebut sebanyak 150 ribu pekerja, yang mana sebanyak 98% merupakan tenaga kerja Indonesia diantaranya pekerja lokal sebesar 50%.
Ketiga, tanpa gembar-gembor, ternyata perusahaan asal China yakni PT Hailiang Nova Material Indonesia membangun pabrik foil tembaga di KEK JIIPE, Gresik, Jawa Timur.
Pabrik Foil tembaga yang diklaim menjadi yang terbesar di Asia Tenggara ini bisa digunakan sebagai pengumpul (kolektor) arus listrik di kutub negatif (anoda) baterai kendaraan listrik EV.
Pabrik ini memproduksi foil tembaga electrodeposit untuk kendaraan listrik bertenaga baterai lithium. Pabrik ini dibangun dengan kapasitas 100 ribu ton per tahun yang terbagi dalam 2 fase dan diperkirakan dapat menyerap tenaga kerja 1.920 orang.
Proses peletakan batu pertama alias groundbreaking pabrik foil tembaga ini turut disaksikan Jokowi pada Selasa (20/06/2023).
“Sekali lagi saya sangat menghargai pembangunan pabrik ini dan semoga sebelum 12 bulan pabrik ini sudah selesai dan bisa berproduksi,” kata Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) saat memberikan sambutan di KEK Gresik, Jawa Timur, Selasa (20/06/2023).
Jokowi menjelaskan posisi pabrik ini sangat strategis karena bersebelahan dengan smelter tembaga milik PT Freeport Indonesia, sehingga bisa langsung menyerap hasil tembaga katoda yang dibuat oleh Freeport.
“Artinya hasil dari (smelter) PT Freeport Indonesia yang ada di lingkungan ini akan diserap menjadi barang jadi atau setengah jadi. Seperti baterai lithium atau baterai EV maupun mobil listrik,” kata Jokowi.
Sumber: CNBC Indonesia