KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat Indonesia merupakan negara produsen biofuel terbesar ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan Brasil.
Sedikit informasi, biofuel adalah sebagai bahan bakar nabati (BBN). Bahan bakar ini berasal dari materi yang berasal dari tumbuhan dan hewan, namun lebih cenderung dari tumbuhan. Saat ini Indonesia telah memproduksi BBN dalam bentuk biodiesel dari sawit dan baru-baru ini memproduksi bioetanol dari tebu.
Data yang dikemukakan BP Statistical Review of World Energy 2022 menunjukkan Amerika Serikat menjadi negara terbesar di dunia yang memproduksi biofuel dengan produksi 643.000 barel setara minyak per hari (barel oil equivalent per day/BOEPD) di 2021. Kemudian diikuti Brazil sebesar 376.000 BOEPD.
Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Yudo Dwinanda Priaadi menyampaikan, Indonesia memproduksi biofuel sebesar 174.000 BOEPD di 2021.
Produksi biofuel Indonesia lebih tinggi dibandingkan Thailand yang memproduksi 51.000 BOEPD.
“Sebagai anggota ASEAN, kami sadar potensi biofuel ini dalam upaya dekarbonisasi sistem energi. Melihat ini 5 negara sejatinya telah melaksanakan pencampuran bahan bakar nabati ini,” ujarnya di Westin Jakarta, Rabu (2/8).
Kelima negara itu ialah, Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietanam.
Khusus di Indonesia, lanjut Yudho, telah mengimplementasikan biodiesel 35% (B35) dan akan terus ditingkatkan menjadi B40 pada 2030 dan E50 di 2050.
Sedikit kilas balik, Yudo menjelaskan, program pengembangan bahan bakar nabati di Indonesia mencapai tonggak penting pada tahun 2008 dengan menerapkan biodiesel 2,5% pencampuran bahan bakar solar.
Sejak saat itu, kecepatan pencampuran meningkat secara bertahap. Pada akhirnya, mulai Februari 2023, Indonesia telah menerapkan B35 wajib secara nasional.
Yudo menyatakan, keberhasilan program biodiesel Indonesia didukung oleh kecukupan bahan baku, tersedianya insentif, standar kualitas yang tinggi. Kemudian pengujian yang komprehensif sebelum implementasi, pemantauan dan evaluasi berkala serta sosialisasi yang masif untuk memastikan penerimaan pemangku kepentingan.
Di tahun lalu realisasi biodiesel sebesar 10,5 juta kl yang memberikan kontribusi sekitar 35% terhadap pangsa energi terbarukan yaitu 12,3% dari bauran energi nasional. Hal ini menunjukkan peran penting biodiesel dalam mendukung ketahanan energi nasional kita.
Selain itu, kontribusi biodiesel juga signifikan terhadap ekonomi dan lingkungan. Pada tahun 2022, Indonesia mengalami penghematan devisa lebih dari US$ 8 miliar, dan juga lebih dari 1,3 juta pekerja terlibat dalam industri biofuel.
Implementasi biofuel juga berhasil menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) hampir 25 juta CO2e pada tahun 2022.
“Tahun ini konsumsi biodiesel dalam negeri ditargetkan sebesar 13,15 juta kL dan nilai manfaat diperkirakan mencapai US$ 11 miliar,” terangnya.
Saat ini, Indonesia telah mengembangkan biofuel lain yakni bioetanol dengan mencampurkan 5% etanol ke Pertamax. Melalui pencampuran ini, PT Pertamina dapat menghasilkan bensin RON 95 yang dijual sebagai Pertamax Green.
Yudo menyatakan, saat ini pihaknya sedang mempersiapkan uji pasar blending bioetanol di Jawa Timur yang rencananya akan diluncurkan pada kuartal ketiga 2023.
Selanjutnya, untuk mendukung keberlanjutan Mandat bioetanol ke depan, pada Juni 2023 Pemerintah telah menerbitkan Perpres Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol untuk Bahan Bakar Nabati.
Sekaligus melakukan kajian pemanfaatan pemanfaat batang sawit tua dan sorgum manis memproduksi bioethanol sehingga produksinya tidak bersaing dengan pangan, pakan, dan pupuk.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), Arsjad Rasjid menyatakan Indonesia memproduksi 137.000 barel biodiesel per hari, melampaui Amerika Serikat dan Jerman.
“Kontributor utama lainnya ialah Malaysia, Filipina, dan Thailand,” ujarnya.
Untuk memahami skala peluang di hadapan kita, The 7th ASEAN Energy Outlook (AEO7) mencatat bahwa konsumsi biofuel akan tumbuh sebesar 4,7% per tahun sampai 2050, atau lebih cepat dari konsumsi minyak sebesar 4,4%.
Arsjad menyatakan, data tersebut mengungkapkan potensi konsumsi bahan bakar nabati ke depannya yang sangat baik dan cepat.
“Berinvestasi dalam biofuel lebih dari sekedar keputusan ekonomi. Itu adalah komitmen, karbon bagi planet kita dan generasi mendatang,” tandasnya.
Sumber: KONTAN