Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah Indonesia mengungkapkan telah menyetujui untuk melanjutkan izin ekspor konsentrat tembaga PT Freeport Indonesia setelah 10 Juni 2023 hingga Mei 2024 mendatang.

Seperti diketahui, berdasarkan amanat Undang-Undang No. 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba), ekspor mineral mentah, termasuk konsentrat, dilarang mulai 10 Juni 2023 mendatang.

Namun demikian, pemerintah menyebut adanya pandemi Covid-19 menjadi pertimbangan untuk memberikan kelanjutan ekspor perusahaan tembaga terbesar di Indonesia ini.

Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, dengan adanya pandemi Covid-19, ini artinya keadaan kahar alias force majeure bisa menjadi pertimbangan, sehingga tidak melanggar UU Minerba.

“Kita consider apa yang sudah terbangun dari proyeknya, dari komitmennya. Kita consider kendala yang dihadapi pembangunannya. Kan waktu Covid, dia kontraktornya Jepang. Jepang aja berapa tahun aja itu lockdown-nya. Memang pengerjaan engineering-nya agak sulit berprogres. Kalau engineering gak progres, pembelian materi procurement-nya juga nggak berprogres,” jelasnya di Komplek Istana Presiden, Jakarta, Jumat (28/04/2023).

“Kan ada masalah force majeure itu, kan memang pandemi dampaknya begitu kan. Kan virus membahayakan,” ucapnya.

Diberikannya kelanjutan izin ekspor Freeport Indonesia ini tak terlepas dari produksi dan penjualan komoditas tembaga hingga emas dari tambang Grasberg di Papua.

Bahkan, Arifin pernah menyebut, perusahaan bisa kehilangan pendapatan hingga US$ 8 miliar atau sekitar Rp 120 triliun (asumsi kurs Rp 15.000 per US$) dalam setahun bila ekspor konsentrat dihentikan.

Adapun potensi kehilangan pendapatan tersebut dengan asumsi harga tembaga sebesar US$ 4,5 per pon.

“Cukup besar ya (potential loss), hitung saja kalau harganya US$ 4,5 per pon tembaga, itu revenue-nya setahun bisa US$ 8 miliar,” ungkapnya.

Berdasarkan data Freeport McMoran, pemegang 48,76% saham PT Freeport Indonesia, pada tahun ini produksi tembaga dari tambang PT Freeport Indonesia ditargetkan mencapai 1,6 miliar pon tembaga dan 1,6 juta ons emas.

Adapun selama kuartal I 2023, produksi tembaga Freeport tercatat sebesar 329 juta pon, turun 14% dari kuartal I 2022 yang tercatat mencapai 381 juta pon dan penjualan tembaga 198 juta pon, turun 48% dibandingkan periode yang sama (year on year/ yoy) pada 2022 lalu. Adapun rata-rata harga jual tembaga sekitar US$ 4,07 per pon, turun dari periode yang sama tahun lalu US$ 4,69 per pon.

Sementara produksi emas selama Januari-Maret 2023 tercatat sebesar 402.000 ons, turun 2,4% dari kuartal I 2022 412.000 ons, dan penjualan emas tercatat 266.000 ons, turun 34,5% dari kuartal I 2022 yang sebesar 406.000 ons emas. Adapun harga rata-rata emas pada kuartal I 2023 ini US$ 1.949 per ons, naik dari periode yang sama tahun lalu US$ 1.920 per ons.

Turunnya produksi dan penjualan pada kuartal I 2023 dibandingkan periode yang sama tahun lalu dikarenakan adanya gangguan produksi akibat tingginya curah hujan dan tanah longsor yang sempat terjadi di area tambang pada 11 Februari 2023 lalu. Kondisi ini berdampak pada terhambatnya akses pada infrastruktur di dekat area pengolahan bijih.

Setelah penanganan cepat, akhirnya operasional tambang kembali berjalan pada akhir Februari 2023 lalu dan baru beroperasi penuh pada Maret 2023.

“Tingkat pengolahan bijih dari tambang bawah tanah PTFI rata-rata 164.800 metrik ton bijih per hari pada kuartal I 2023. PTFI menargetkan tingkat pengolahan bijih bisa melampaui 200.000 metrik ton per hari untuk sisa 2023 ini,” ungkap Chairman & CEO Freeport McMoran Richard C. Adkerson dalam rilis kinerja kuartal I 2023 FCX, 21 April 2023 lalu.

Perlu diketahui, sejak 2018 lalu, Indonesia resmi menjadi pemegang saham mayoritas PT Freeport Indonesia sebesar 51,2% melalui Holding BUMN Pertambangan MIND ID.

Adapun nilai akuisisi untuk menjadi pemegang saham mayoritas Freeport ini mencapai US$ 3,85 miliar atau setara Rp 55,8 triliun saat itu. Akuisisi ini menandai peningkatan kepemilikan Indonesia di PTFI dari semula hanya 9,36% menjadi 51,23%.

Sumber: CNBC Indonesia