Jakarta, CNBC Indonesia – Mayoritas emiten batu bara kembali menguat pada perdagangan sesi I Jumat (4/8/2023), mengikuti pergerakan harga batu bara dunia yang mulai bangkit dari zona koreksi.

Per pukul 09:58 WIB, dari 20 saham batu bara RI, 16 saham terpantau menguat, dua saham cenderung stagnan, dan dua saham terpantau masih melemah.

Berikut pergerakan saham emiten batu bara pada perdagangan sesi I hari ini.

SahamKode SahamHarga TerakhirPerubahan
Delta Dunia MakmurDOID3984,19%
Adaro Minerals IndonesiaADMR1.0303,52%
Adaro Energy IndonesiaADRO2.4202,54%
Atlas ResourcesARII2022,54%
Baramulti SuksessaranaBSSR3.7902,16%
Indika EnergyINDY2.0102,03%
United TractorsUNTR27.6751,93%
Mitrabara AdiperdanaMBAP5.4001,89%
Bukit AsamPTBA2.7901,82%
Prima Andalan MandiriMCOL4.9301,23%
TBS Energi UtamaTOBA3601,12%
Indo Tambangraya MegahITMG27.4501,01%
Harum EnergyHRUM1.6550,91%
Bumi ResourcesBUMI1340,75%
ABM InvestamaABMM3.6800,55%
Bayan ResourcesBYAN18.3250,14%
Alfa Energi InvestamaFIRE590,00%
Borneo Olah Sarana SuksesBOSS500,00%
Golden Eagle EnergySMMT1.145-0,43%
MNC Energy InvestmentIATA62-1,59%

Sumber: RTI

Saham PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID) memimpin penguatan saham-saham batu bara RI pada hari ini, yakni melonjak 4,19% ke posisi Rp 398/saham.

Selain itu, duo saham Adaro juga melesat pada sesi I hari ini. PT Adaro Minerals Tbk (ADMR) melompat 3,52% ke Rp 1.030/saham, sedangkan PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) melesat 2,54% menjadi Rp 2.420/saham.

Saham batu bara kembali menghijau di tengah rebound-nya harga batu bara acuan dunia. Harga batu bara berbalik arah menguat setelah turun dua hari sebelumnya.

Merujuk data Refinitiv, harga batu bara ICE Newcastle kontrak September ditutup melonjak 2,35% di posisi US$ 141,50 per ton.

Sentimen penopang kenaikan berasal dari potensi penurunan pasokan China akibat hujan dan persetujuan peningkatan permintaan batu bara China.

Potensi kenaikan permintaan berasal dari kenaikan produksi listrik dari pembangkit batu bara di China yang diproyeksi naik lebih dari 50 giga watt (GW) pada tahun ini.

Adanya potensi kenaikan produksi listrik dari pembangkit batu bara China, berdasarkan laporan Greenpeece.

Penelitian Greenpeace yang dikutip dari DW menunjukkan keamanan energi China telah mendorong persetujuan untuk pembangkit listrik tenaga batubara, meski negara-negara ingin memperluas penggunaan sumber energi terbarukan untuk mengurangi dampak perubahan iklim.

Dampak dari gelombang panas (heatwaves) masih berdampak hingga kini, sebab kekeringan yang yang terjadi menyebabkan pembangkit listrik tenaga air terhambat dan harus beralih ke batu bara untuk menghasilkan listrik.

Baru selesai persoalan gelombang panas, China kini dihantam petaka baru yakni banjir bandang.

Cuaca ekstrem dan tidak menentu perlu menjadi perhatian untuk pengurangan penggunaan pembangkit listrik berbahan bakar fosil yang memiliki karbon tinggi.

Namun, dampak cuaca ekstrem telah membuat China membangun lebih banyak lagi pembangkit listrik tenaga batu bara sebagai upaya untuk melawan dampak kekeringan pada produksi tenaga air dan menghindari pemadaman listrik.

Peningkatan permintaan pembangkit listrik tenaga batu bara akan mengurangi pasokan dunia, sehingga disinyalir menjadi faktor penguatan harga.

Di tengah potensi peningkatan permintaan dan penurunan persediaan dari china, India justru dibayangi sentimen kelebihan pasokan.

Salah satu perusahaan batu bara terbesar India, Coal India Ltd (CIL), membukukan kenaikan volume produksi batu bara 13,4% menjadi 53,6 juta ton (MT) pada Juli 2023 secara tahunan (yoy), melansir MoneyControl.

Produksi CIL melonjak menjadi 229,1 juta ton hingga April-Juli 2023, lebih tinggi 10,7% (yoy). Sebagai informasi, volume produksi CIL setara sekitar 90% dari total produksi India. Tingginya pasokan CIL akan mempengaruhi kebutuhan impor India, sehingga berpotensi menekan harga.

Sumber: CNBC Indonesia