Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) buka suara terkait PT Freeport Indonesia (PTFI) yang menyatakan pemerintah berpotensi kehilangan penerimaan Rp 56 triliun dari PTFI jika ekspor konsentrat tembaga disetop.

Staf Khusus Menteri ESDM, Irwandy Arif, memastikan pemerintah tetap melanjutkan larangan ekspor komoditas mentah, termasuk bauksit mulai Juni 2023, meskipun pembangunan pabrik pengolahan mineral atau smelter banyak yang belum rampung.

Salah satunya proyek smelter tembaga PTFI di Gresik yang diproyeksikan baru selesai di akhir tahun 2023 akibat terhambat pandemi COVID-19. Sementara per Februari 2023, progres proyek smelter tersebut mencapai 56,5 persen.

Suasana tambang terbuka (open pit) Grasberg Freeport Indonesia di Papua Tengah. Foto: Wendiyanto Saputro/kumparan

Saat dikonfirmasi terkait potensi hilangnya penerimaan negara, Irwandy menyebutkan pemerintah belum menghitung secara rinci lantaran tergantung kepada produksi tembaga itu sendiri.

Ya kita belum tahu, kita belum tahu. Itu kan tergantung jumlah produksinya,” tegasnya saat ditemui awak media di kantor Kementerian ESDM, Jumat (14/4).

Irwandy menambahkan, izin ekspor konsentrat tembaga PTFI sebesar 2,3 juta ton tahun ini usai pelarangan ekspor juga masih dalam proses, meskipun pihaknya telah menyetujui dalam Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) perusahaan.

Pemerintah sebelumnya mensyaratkan industri mineral harus membangun smelter, agar bisa mendapat izin ekspor kelebihan bahan mentah yang tidak bisa diolah di smelter tersebut. Hal itu pun berlaku buat PTFI.

“Mestinya semuanya (dilarang ekspor) nanti kalau ada pertimbangan lain kita engga tahu, entah karena COVID-19 atau apa kita engga tau,” sambungnya.

Berdasarkan data PTFI, selama 2022 penerimaan negara dari PTFI meliputi pajak, dividen, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) mencapai USD 3,32 miliar atau sekitar Rp 49,5 triliun. Sementara penerimaan negara dari PTFI di tahun ini diperkirakan USD 3,76 miliar atau sekitar Rp 56 triliun.

“Kerugiannya Rp 55 triliun buat pemerintah, belum termasuk masyarakat sini (Timika dan Papua) yang kemudian kehilangan sekitar Rp 1,5 triliun per tahun. Belum termasuk daerah yang kehilangan Rp 8,5 triliun,” ujar Presiden Direktur PTFI Tony Wenas saat diskusi dengan media di hotel Rimba Papua, Timika, Jumat (7/4) malam.

Suasana tambang terbuka (open pit) Grasberg Freeport Indonesia di Papua Tengah. Foto: Wendiyanto Saputro/kumparan

Tony menuturkan, jika ekspor bahan mentah dilarang mulai Juni 2023, maka PTFI tak bisa lagi memproduksi konsentrat. Bahkan PTFI bisa berhenti produksi dalam 20 hari setelah pelarangan ekspor karena kapasitas penyimpanan konsentrat hanya muat 120.000 ton.

“Jadi itu sudah kita sampaikan (ke pemerintah). Jadi kalau dikatakan ada kelalaian dari pihak pengusaha atau pihak perusahaan, saya rasa tidak ada kelalaian, karena proyek ini tertunda karena COVID-19. Jadi semuanya itu harus sesuai dengan aturan main yang ada. Jadi kita terus berdiskusi sama pemerintah (untuk mendapatkan izin ekspor),” ujarnya.

Sumber: Kumparan