Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperluas studi potensi pengembangan sumur migas nonkonvesional (MNK) di Blok Belida, Sumatra Selatan dan Jabung, Jambi. Kajian MNK dua blok itu sudah memasuki tahap studi geology, geophysic dan reservoir (GGR).
Perluasan studi di luar Blok Rokan itu menjadi komitmen otoritas hulu migas untuk mengembangkan sumur-sumur tua yang telah mengalami penurunan produksi alamiah signifikan saat ini.
Malahan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif telah membentuk tim percepatan pengusahaan sumur MNK untuk memonitor pelaksanaan studi potensi yang dilaksanaan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS).
“Saat ini, ada studi potensi MNK yang dilakukan di Belida dan Jabung dan masih ada beberapa lagi. Namun, masih tahap studi GGR, belum sampai dengan tahapan yang dilakukan di Rokan, tahap pengeboran,” kata Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian ESDM Noor Arifin Muhammad kepada Bisnis, Jumat (28/7/2023).
Berdasarkan studi Kementerian ESDM, kontribusi MNK untuk produksi minyak dapat mencapai 72.000 barel minyak per hari (bopd) pada 2030 mendatang.
Asumsinya, target itu bakal ditopang dari 12 lapangan pengembangan yang ekonomis dan potensial untuk ditajak. Adapun, jumlah sumur yang akan dioptimalkan kembali lebih dari 100 lubang.
“Selain Rokan, pemerintah telah melakukan inventarisasi potensi MNK pada wilayah kerja eksisting dan mendorong kontraktor untuk melakukan studi potensi MNK di wilayah kerjanya,” ujar Noor Arifin.
Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) resmi melakukan pengeboran sumur MNK perdana di Blok Rokan, Jumat (28/7/2023). Blok Rokan berada pada Sentral Sumatra Basin.
Di sisi lain, SKK Migas mengusulkan bagi hasil gross split yang lebih besar bagi KKKS untuk pengembangan sumur MNK.
Bagi hasil yang jadi bagian KKKS didorong mencapai 93 persen sampai dengan 95 persen untuk pengembangan sumur MNK. Sisanya, bagian negara hanya dipatok di batas tertinggi 5 persen sampai dengan 7 persen.
“Itu usulan SKK Migas, sudah diskusi juga dengan Ditjen Migas Kementerian ESDM, untuk [usulan gross split] MNK sudah ada kesepakatan. Saat ini masih finalisasi, dalam waktu dekat kita harapkan segera terbit,” kata Deputi Eksplorasi, Pengembangan dan Manajemen Wilayah SKK Migas Benny Lubiantara kepada Bisnis, Jumat (28/7/2023).
Lewat bagian KKKS yang terbilang besar itu, SKK Migas memproyeksikan pendapatan negara dapat dioptimalkan lewat pungutan pajak setelah ongkos dan pendapatan yang diterima pengembang mencapai 37,6 persen.
Hitung-hitungan itu didapat dari skema yang lebih dahulu diterapkan di Amerika Serikat lewat skenario royalti. Adapun, pemerintah Amerika Serikat (AS) memungut royalti 15 persen sampai dengan 20 persen dari KKKS. Setelah ongkos dan profit yang dihitung KKKS, pemerintah masih memungut pajak sebesar 21 persen sampai dengan 28 persen.
Sumber: Bisnis Ekonomi