JAKARTA, investor.id – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membuka opsi pemberian izin ekspor mineral mentah dan olahan pasca 10 Juni 2023 terhadap perusahaan yang pembangunan smelternya yang terkena dampak pandemi Covid-19.

Ketentuan mengenai hal ini masih dalam finalisasi. Larangan ekspor mineral mentah dan olahan merupakan amanat Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, pandemi Covid-19 membuat penyelesaian smelter mundur dari target awal. Namun dia menyangkal kesempatan ekspor mineral pasca 10 Juni tersebut sebagai bentuk relaksasi.

“Sebetulnya enggak perlu relaksasi, memang ada faktor yang kita pertimbangkan yaitu masalah keterlambatan disebabkan oleh Covid-19. Ini yang sekarang sedang kita finalkan,” kata Arifin di Jakarta, akhir pekan lalu.

Kementerian ESDM sejak akhir 2022 melakukan kajian dampak Covid-19 terhadap pembangunan smelter. Padahal sejak April 2020 sejumlah pelaku usaha telah menyampaikan dampak Covid-19 terhadap pembangunan smelter. Sebagai contoh smelter milik PT Freeport Indonesia dan PT Amman Mineral Industri. Kedua perusahaan itu sudah menyampaikan secara resmi kepada pemerintah terkait dampak Covid dan proyeksi penyelesaian smelter.

Kala itu pemerintah bergeming dan menegaskan penyelesaian smelter harus sesuai target. Bahkan melayangkan surat teguran lantaran tahapan konstruksi pembangunan smelter Freeport mengalami keterlambatan. Surat teguran sudah disampaikan oleh Direktur Jenderal Mineral dan Batu bara kepada Freeport pada 30 September 2020. Kemudian pemerintah menerapkan sanksi denda bagi smelter yang molor pembangunannya.

Hal itu merujuk pada Keputusan Menteri ESDM No. 104.K/ HK.02/ MEM.B/ 2021 tentang Pedoman Pengenaan Denda Administratif Keterlambatan Pembangunan Fasilitas Pemurnian Mineral Logam pada Masa Pandemi Covid-19. Beleid yang ditetapkan pada 4 Juni 2021 itu membuat Freeport membayar denda sebesar US$ 57 juta.

Larangan ekspor pada Juni 2023 tercermin dalam surat perpanjangan rekomendasi ekspor Freeport. Kementerian ESDM hanya memberikan izin ekspor Freeport dengan kuota 2,3 juta ton konsentrat tembaga hingga 10 Juni. Ketentuan ini berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No.17 Tahun 2020 yang merupakan aturan turunan dari UU Minerba.

Dalam rapat dengar pendapat Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 27 Maret, Presiden Direktur Freeport Indonesia Tony Wenas membeberkan progess smelter yang dibangun telah mencapai 54,5%. Progres ini melampaui dari target rencana kerja sebesar 52,9%. Rencananya pada Desember nanti tahapan konstruksi smelter selesai. Tahapan berikutnya melakukan pre commisioning dan commisioning hingga Mei 2024. Kegiatan produksi dilakukan secara bertahap dan mencapai puncaknya pada Desember 2024.

“Kami berkomitmen menyelesaikan pembangunan smelter,” ungkapnya.

Lebih lanjut Tony mengungkapkan kesepakatan pemerintah dalam penyelesaian smelter sebenarnya pada Desember 2023. Hal ini merujuk pada Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang diterbitkan pemerintah sebagai kelanjutan operasi PTFI. Dalam IUPK itu disebutkan pembangunan smelter paling lambat 5 tahun sejak IUPK terbit pada 2018. Namun dalam proses pembangunannya terjadi kendala akibat pandemi Covid-19. Pihaknya pun sudah melaporkan secara resmi pemerintah dan menginformasikan pembangunan smelter rampung di 2024 atau mundur satu tahun.

Berdasarkan catatan Investor Daily, dalam IUPK juga tertuang adanya kondisi kahar dalam pembangunan smelter. Artiannya penyelesaian pembangunan pada 2023 dengan catatan tidak terjadi keadaan kahar. Pandemi Covid-19 telah ditetapkan pemerintah sebagai keadaan kahar non alam. Masih dalam IUPK, disebutkan pula ketentuan yakni selama pembangunan smelter maka Freeport memiliki kesempatan ekspor konsentrat.

Sumber: Investor.id