Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saat ini tengah melakukan persiapan dalam mengantisipasi rencana pelarangan ekspor mineral mentah berupa timah batangan (tin ingot) dalam waktu dekat. Mengingat, penyerapan timah di dalam negeri sendiri hingga kini belum optimal.

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengatakan, penggunaan logam timah selama ini dapat ditujukan untuk produk tin chemical, tin solder dan tin plate. Oleh sebab itu, sebelum larangan ekspor diberlakukan, ia berharap industri timah yang lebih hilir di dalam negeri dapat terbangun.

“Penggunaan logam timah memang bermacam-macam, mulai dari tin chemical, tin solder, lain-lain, ini lah menurut hemat kami yang dimaksud hilirisasi mengubah balok timah yang selama ini kita ekspor menjadi produk-produk ini,” kata Ridwan di Gedung DPR, dikutip Kamis (2/2/2023).

Menurut Ridwan, dalam menjalankan kebijakan larangan ekspor timah, pemerintah ingin memastikan agar program hilirisasi ini dapat berjalan sesuai dengan rencana. Karena itu, diperlukan keterlibatan perusahaan global untuk menyukseskan pengembangan hilrisasi timah di dalam negeri.

“Ketika larangan ekspor diberlakukan, bahasa sederhananya bisa membuat tapi tidak bisa menjual, sehingga strategi umum yang kami pertimbangkan kami berusaha merangkul pemain global agar melakukan hilirisasi di hilir timah,” katanya.

Dia menyebut, modal yang perusahaan keluarkan untuk masuk industri hilir timah cukup bervariasi. Misalnya, untuk tin soldier diperlukan sebesar Rp 20 miliar, tin chemical Rp 300 miliar dan tin plate hingga Rp 2,3 triliun.

“Adapun waktu yang diperlukan, konstruksi diperlukan 2 tahun, ini angka umum jadi kira kira kalau ada pertanyaan, kapan kita siap kalau industri kita bangun sekarang dua tahun lagi pabriknya siap,” ucapnya.

Ridwan menilai komoditas hilir timah sendiri banyak digunakan untuk produk akhir seperti komponen elektronik, mobil listrik, handphone, dan komputer. Hal tersebut tentunya cukup berbeda apabila dibandingkan dengan bauksit yang diolah menjadi batangan aluminium.

“Kalau ini diperlukan untuk berbagai komponen elektronik dan otomotif juga, sehingga kita perlu rangkul pemain global yang ada,” ujarnya.

Sebelumnya, Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara (Minerba) Irwandy Arif menyatakan bahwa pelarangan ekspor timah mengarah kepada tin ingot atau dalam hal ini timah batangan dengan kualifikasi 99,99% atau SN 99,99.

“Larangan ekspor sudah mengarah kepada tin ingot yang memang sudah 99,99%. Sudah lama kita tidak boleh ekspor bijih timah betul sudah lama dilarang. Masalahnya interpretasi timah batangan keinginan Presiden supaya industri lebih ke hilir tin solder, tin plate, tin chemical,” ungkap Irwany kepada CNBC Indonesia dalam Mining Zone, Selasa (25/10/2022).

Untuk diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali mengungkapkan kekecewaannya atas komoditas tambang RI yang masih dijual mentah-mentah keluar negeri, salah satunya timah.

Presiden menyesalkan RI masih mengekspor timah besar-besaran, tapi nilai tambah tidak dirasakan negara ini. Padahal, Indonesia merupakan pemilik cadangan timah terbesar ke-2 dunia.

Jokowi menyebut, Indonesia merupakan eksportir timah mentah (tin ore) terbesar no.1 di dunia. Sementara China merupakan importir timah terbesar di dunia. Artinya, timah mentah RI besar-besaran diekspor ke China.

“Timah ini kita no.1 pengekspor tin ore. Cadangan kita no.2 di dunia. RRT (China) itu importir no.1 untuk bahan mentah timah,” ungkapnya saat Mandiri Investment Forum di Jakarta, Rabu (01/02/2023).

Padahal, bila timah ini diolah lebih lanjut di dalam negeri, maka menurutnya nilai tambah bisa mencapai 69 kali lipat. Oleh karena itu, dia mendorong agar hilirisasi timah di dalam negeri bisa berjalan dan berkembang.

Sumber: https://www.cnbcindonesia.com/news/20230202151203-4-410489/ekspor-timah-bakal-disetop-ini-persiapan-pemerintah