Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengusulkan modifikasi aturan pada kontrak bagi hasil gross split untuk mendorong pengembangan migas non konvensional (MNK).

Hal ini dinilai penting untuk menarik minat para investor untuk berinvestasi dalam mengembangkan lapangan MNK yang membutuhkan kapital yang besar karena membutuhkan teknologi baru yang belum pernah diterapkan di Indonesia.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas), Tutuka Ariadji, mengatakan pemerintah tengah serius untuk mendorong modifikasi skema gross split yang saat ini tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM nomor 8 tahun 2017.

Tutuka mengatakan pemerintah bakal mengusulkan skema ketetapan kontrak bagi hasil teranyar bernama simplified gross split atau gross split yang disederhanakan.

“Usulan ini yaitu Fixed Split sepanjang kontrak dan bagi hasil sebelum pajak ditentukan di awal kontrak dan bersifat fixed atau statis tanpa penyesuaian komponen variabel seperti pada skema gross split terdahulu,” kata Tutuka dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII pada Selasa (13/12).

Tutuka menjelaskan, skema gross split saat ini membuka opsi penyesuaian setelah adanya verifikasi pada kondisi aktual di lapangan migas. Dia mencontohkan, perubahan pada aspek kedalaman pengeboran dan kandungan karbondioksida atau CO2 di dalam lapangan migas dapat mengubah kontak bagi hasil atau split.

Kondisi ini dinilai sebagai sebuah aturan yang menghambat masuknya investasi pada pengembangan lapangan migas non-konvensional. “Gross split yang ada saat ini hitung-hitungannya bisa berkonsekuensi untuk dilakukan verifikasi,” ujar Tutuka.

Tutuka menjelaskan bahwa pengembangan migas non-konvensional harus dilakukan secara khusus lewat pengeboran yang lebih cepat dibandingkan pengeboran lapangan migas pada umumnya. Selain itu, pengelolaan migas non konvensional umumnya membutuhkan kapital yang lebih sedikit di awal masa pengembangannya.

Hal ini dikarenakan ekploitasi migas non konvensional dilakukan di bekas lapangan migas terdahulu sehingga tak perlu mengeluarkan biaya eksplorasi. “Kalau migas non-konvensional seperti shale oil itu di awal kecil kapitalnya, tapi ke depan besar, harus cepat cara ngebornya,” kata Tutuka.

Adapun shale oil merupakan salah satu sumber minyak non-konvensional berupa kandungan organik yang masih tersimpan di batuan sumber (source rock) dan belum matang disebut sebagai kerogen, sehingga perlu dipanaskan untuk mendapatkan minyak.

Sumber minyak non-konvensional lainnya adalah heavy oil yang didefinisikan sebagai minyak yang mempunyai nilai API kurang dari 22% dan nilai viskositas yang sangat rendah sehingga sangat susah untuk diproduksi, dan membutuhkan teknologi tinggi seperti steam injector.

Selanjutnya oil sands adalah hasil percampuran antara pasir, bitumen, lempung dan air. Bitumen adalah minyak yang memiliki densitas dan viskositas tinggi serta telah mengalami biodegradasi.

Sebagai informasi, dalam aturan pengembangan ataupun investasi lapangan migas di Indonesia, pemerintah menetapkan dua skema ketetapan kontak bagi hasil berupa ‘Cost Recovery’ dan ‘Gross Split’.

Cost recovery adalah penggantian biaya operasi hulu migas kepada Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Skema ini kerap memicu perdebatan karena penggantian biaya kepada KKKS sering jadi persoalan seperti bagaimana menentukan besaran cost recovery.

Sementara gross split menghapus cost recovery yang berarti menghilangkan tanggung jawab pemerintah untuk mengganti sebagian biaya operasi perminyakan yang biasanya ditanggung secara proporsional bersama KKKS.

Skema gross split dinilai menimbulkan perdebatan karena tak jarang investor yang sudah mengeluarkan banyak modal harus merugi karena tak menemukan cadangan migas.

Sebelumnya diberitakan, SKK Migas mulai serius mendorong pengeboran migas non-konvensional (MNK) untuk meningkatkan produksi migas nasional. SKK Migas bakal pengeboran sumur Kelok dan Sumur Gulamo di Blok Rokan Provinsi Riau pada kuartal I tahun 2023.

“Migas non konvensional sebagai harapan baru di masa depan sedang mengembangkan strategi percepatan termasuk aturan-aturan pendukungnya,” kata Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto dalam Konferensi Pers SKK Migas Kinerja Kuartal III 2022 pada Senin (17/10).

Cadangan migas non-konvensional mayoritas terletak di lapisan yang lebih dalam dan tersimpan di lokasi batuan induk berada. Aspek teknologi dan biaya produksi menjadi tantangan untuk mendapatkan migas non-konvensional yang berkualitas tinggi.

Tantangan teknologi dan biaya produksi itu dipengaruhi oleh karakter dari migas non-konvensional yang memiliki permeabilitas rendah dan viskositas yang tinggi.

Sumber: https://katadata.co.id/happyfajrian/berita/63985f32c211c/dorong-migas-non-konvensional-esdm-akan-modifikasi-skema-gross-split