Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan konflik Rusia dan Ukraina yang sampai saat ini masih berlangsung telah berdampak pada pengembangan proyek minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia. Salah satunya, yakni proyek pengembangan Wilayah Kerja (WK) atau Blok Tuna di Perairan Natuna.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji menjelaskan, rencana pengembangan Blok Tuna yang dikelola oleh Premier Oil, perusahaan migas asal Inggris, saat ini terimbas sanksi Uni Eropa dan Pemerintah Inggris.

Hal tersebut lantaran, perusahaan asal Inggris tersebut bermitra dengan perusahaan asal Rusia yakni Zarubezhneft.

“Premier Oil kan perusahaan Inggris, dia kena sanksi kalau kerja sama dengan perusahaan Rusia,” ungkap Tutuka saat wawancara khusus bersama CNBC Indonesia, dikutip Jumat (14/7/2023).

Menurut Tutuka, rencana pengembangan Blok Tuna saat ini masih terganjal perihal pembiayaan. Pasalnya, di dalam kontrak bagi hasil Cost Recovery, seluruh pembiayaan proyek harus dibagi para pemegang hak partisipasi.

“Masalahnya sekarang di pembiayaan proyek nanti kan Cost Recovery, kalau masih partner kan dibagi, nah itu yang gak bisa dilakukan oleh Harbour (induk Premier Oil) karena ada transaksi. Jadi sekarang yang biayai Harbour,” ungkap Tutuka.

Karena itu, Tutuka berharap agar konflik Rusia dan Ukraina yang saat ini masih berlangsung dapat segera mereda. Dengan demikian, pengembangan proyek Blok Tuna dapat segera dikebut.

Perlu diketahui, perusahaan induk dari Premier Oil, yakni Harbour Energy mengungkapkan pemerintah Indonesia sejatinya telah memberikan persetujuan untuk rencana pengembangan atau Plan of Development (POD) Lapangan Tuna pada Desember 2022 lalu.

Namun demikian, pengembangan yang dilakukan bersama mitra asal Rusia yakni Zarubezhneft terganjal sanksi dari Uni Eropa dan Pemerintah Inggris.

“Pemerintah menyetujui rencana pengembangan lapangan Tuna di Desember. Namun, kemajuan lebih lanjut dipengaruhi oleh sanksi UE dan Inggris yang membatasi kemampuan kami sebagai operator untuk menyediakan layanan tertentu kepada mitra Rusia kami di Lapangan Tuna,” ujar perusahaan dalam laporan tahunannya, dikutip Senin (13/3/2023).

Saat ini perusahaan tengah melakukan koordinasi dengan mitra terkait untuk mencapai solusi yang memungkinkan agar proyek ini dapat segera jalan.

Pada 2020 lalu, Premier Oil Tuna B.V. telah mendapatkan partner untuk mengelola Blok Tuna yakni dengan Zarubezhneft.

Zarubezhneft sendiri merupakan perusahaan migas milik pemerintah Rusia yang dilaporkan mengakuisisi 50% hak partisipasi Blok Tuna melalui anak usahanya, ZN Asia Ltd.

Sumber: CNBC Indonesia