Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Joko Widodo (Jokowi) diam-diam membuat gempar dunia karena aksinya yang menyinggung soal penyetopan ekspor mineral mentah, termasuk timah, padahal hal itu belum ada keputusan final.

Namun, pemerintah dipastikan bakal menyetop ekspor bauksit mulai 11 Juni 2023 mendatang bagi perusahaan yang belum membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter). Hal tersebut tertuang dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Baru Bara (Minerba).

Akibat pernyataan Presiden Jokowi soal penyetopan ekspor timah, Fitch Solution langsung mengerek tinggi proyeksi harga timah dari US$20 ribu atau sekitar Rp 300,1 juta (asumsi kurs Rp15.008/US$) per ton menjadi US$ 25 ribu atau sekitar Rp375,2 juta per ton pada 2023 ini.

Fitch mencatat, perubahan proyeksi harga timah tersebut karena adanya sejumlah peraturan yang mengancam pasokan timah di pasar global. Sementara, permintaan China terhadap timah tetap rendah meskipun ekonomi Negeri Tirai Bambu itu sudah dibuka kembali pasca pandemi Covid-19.

“Di sisi lain, penambangan timah di wilayah Wa Myanmar dan larangan ekspor ingot timah Indonesia akan membuat pasar timah global lebih ketat di masa mendatang,” tulis catatan Fitch Solution, dikutip Sabtu (27/5/2023).

Fitch Solutions pun mengantisipasi harga timah akan lebih tinggi selama beberapa bulan ke depan karena pasar timah seaborn menilai pasokan berpotensi turun setelah penambangan serta larangan ekspor dari Myanmar dan Indonesia resmi berlaku.

Penambangan timah ilegal di Bangka Belitung. (Dok. PT Timah)Foto: Dok. PT Timah

“Fitch Solutions memprediksi harga timah naik dalam jangka panjang karena permintaan tetap ada di tengah pasokan yang berpotensi turun,” ujar Fitch.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, dalam Rapat Kerja (Raker) berkenaan dengan timah tidak ada masalah untuk bisa melakukan ekspor. Namun, pemerintah mengharapkan kepada perusahaan pertambangan timah untuk dapat melakukan turunan-turunan industri hilirisasi lainnya.

“Sehingga bisa menghasilkan nilai tambah, dulu nikel dengan hilirisasi kita bisa menghasilkan US$24 miliar (atau sekitar Rp360,1 triliun) dan dengan dukungan Komisi VII DPR melahirkan UU Minerba,” ujar Arifin, dikutip Sabtu (27/5/2023).

Anggota Komisi VII DPR, Bambang Patijaya, pun mempertanyakan perihal langkah pemerintah untuk sektor timah. Sebab, sejauh ini kegiatan ekspor timah yang sudah berjalan merupakan timah berjenis Tin Ingot dengan spesifikasi 99,99%.

Bambang menilai, ekspor timah sudah bukan lagi barang mentah, melainkan sudah barang jadi.

“Bagaimana jika timah ini kalo clear, ya, nyatakan clear saja. Bahwa tidak ada hambatan hilir sektor timah bahwa sebetulnya sudah terjadi hilirisasi tahap awal, jadi seperti yang saya sampaikan produk timah kita ini sudah triple 9,” ungkap Bambang, dikutip Sabtu (27/5/2023).

Sumber: CNBC Indonesia