Bisnis.com, JAKARTA — Dewan Energi Nasional (DEN) tengah merevisi ketetapan penting menyangkut posisi energi nuklir dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN).
Sekretaris Jenderal DEN Djoko Siswanto mengatakan, revisi itu berkaitan dengan status nuklir yang didorong sebagai energi prioritas seperti energi baru terbarukan (EBT) serta fosil yang selama ini jadi penyangga energi domestik.
Djoko mengatakan, revisi itu bertujuan untuk membuka setiap potensi sumber energi bersih dengan harga yang lebih kompetitif untuk masuk ke dalam jaringan kelistrikan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN ke depan.
“Kita ingin membuka semua sumber energi yang bersih dengan harga yang lebih bersaing dengan fosil, kita buka kesempatan yang sama sekarang,” kata Djoko saat dihubungi, Selasa (28/3/2023).
Dalam Pasal 11 Ayat 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2014 Tentang Kebijakan Energi Nasional, nuklir ditetapkan sebagai pilihan terakhir bagi pasokan energi nasional.
Nuklir menjadi alternatif terakhir untuk menjamin pasokan energi nasional setelah adanya keterbatasan dari prioritas pengembangan energi lainnya, seperti EBT, minimalisasi minyak bumi, optimalisasi gas bumi dan energi baru, serta batu bara sebagai andalan ketahanan energi saat ini.
“Dengan direvisi perlakuan untuk nuklir akan jadi sama,” kata dia.
Selain itu, DEN bersama dengan pemerintah juga tengah merevisi lini masa pemanfaatan nuklir secara komersial yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 22 Tahun 2017 Tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).
Lewat RUEN itu, peta transisi energi nasional menetapkan pemanfaatan pembangkit nuklir secara komersial dipatok pada 2039 mendatang secara bertahap.
Sementara itu, revisi RUEN itu diharapkan dapat mempercepat operasi komersial dari PLTN ke 2032. Saat itu, kapasitas operasi komersial dari PLTN terpasang diharapkan sudah mencapai 1 gigawatt (GW) hingga 2 GW.
“Iya [bisa masuk grid] targetnya seperti itu, tapi kan ini baru rancangan belum final ya, lebih cepat kan tidak apa-apa,” kata dia.
Adapun, DEN bersama dengan pemerintah menargetkan revisi dua aturan soal energi nuklir itu dapat rampung tahun ini. Revisi itu diharapkan dapat mempercepat rencana investasi serta konstruksi pembangkit nuklir dalam waktu dekat di Tanah Air.
Sebelumnya, Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) tengah mengkaji sejumlah dokumen yang diajukan PT ThorCon Power Indonesia (PT TPI) sebagai tahap konsultasi pengajuan izin pembangunan Thorium Molten Salt Reactor (TMSR) dengan daya 500 megawatt (MW).
Konsultasi itu menjadi bagian awal dari rencana pengajuan izin pembangunan pembangkit nuklir skala kecil PT TPI dengan nilai investasi mencapai Rp17 triliun.
Plt Kepala Bapeten Sugeng Sumbarjo mengatakan, lembaganya bakal mengevaluasi sejumlah dokumen konsultasi itu untuk menentukan kelayakan investasi dan pengembangan pembangkit reaktor tersebut. Rencanannya, evaluasi dari otoritas lembaga nuklir itu rampung 2 tahun mendatang.
“Tapaknya dulu akan dievaluasi apakah memenuhi atau tidak, ada gempa, banjir dan demografi di sekitar tapak akan dievaluasi oleh Bapeten,” kata Sugeng Executive Meeting Perizinan PLTN di Gedung Bepeten, Jakarta, Selasa (28/3/2023).
Adapun, sejumlah dokumen yang diajukan PT TPI meliputi rencana induk yang disesuaikan dengan tahapan proses perizinan, peta jalan purwarupa TMSR500 dan fasilitas Non-fission Test Platform (NTP), serta persetujuan desain TMSR500.
Rencananya, kata Sugeng, pembangkit nuklir skala kecil itu bakal berlokasi di Pulau Kelasa, Bangka Belitung. Pulau itu sekitar 400 kilometer dari Gunung Krakatau, Lampung. Selain potensi gempa yang minim, lokasi itu juga dinilai tepat lantaran insiden kebakaran hutan yang jarang di wilayah tersebut.
Sumber: Bisnis.com