Bisnis.com, JAKARTA — Aksi China yang menghentikan operasi 32 tambang yang berlokasi di Mongolia membuat produksi 50 juta ton batu bara China berhenti. Analis melihat permintaan batu bara dari China dapat berdampak ke emiten batu bara seperti ADRO, ITMG, dan PTBA tahun ini.

Analis Mirae Asset Sekuritas Rizkia Darmawan dan Jennifer A. Harjono mengatakan dengan meningkatnya aktivitas manufaktur dalam waktu dekat, permintaan batu bara dari China diharapkan tetap tinggi tahun ini.

Selain itu, kata Darma dan Jennifer, permintaan listrik untuk penggunaan AC selama musim panas mendatang juga akan mendukung peningkatan permintaan batu bara.

“Perlu dicatat, China menghentikan operasi di 32 situs produksi batu bara di Inner Mongolia setelah terjadi kecelakaan fatal pada bulan Februari, yang mengakibatkan berhenti produksi dan ekspansi sekitar 50 juta ton batu bara,” kata Darma dan Jennifer dalam risetnya, Senin (15/5/2023).

Di sisi pasokan, China telah mengangkat larangan impor batu bara dari Australia berdasarkan alasan keamanan energi, yang seharusnya menguntungkan penambang domestik Australia untuk meningkatkan produksi mereka yang sudah mencapai rekor.

Darma dan Jennifer mencermati penambang batu bara utama di Indonesia yang diamati pihaknya juga terus meningkatkan produksi mereka untuk memanfaatkan permintaan yang kuat dari China, meskipun harga telah mengalami normalisasi.

“Kami mengharapkan tren ini akan berlanjut hingga akhir tahun,” ucapnya.

Adapun Mirae Asset Sekuritas memberikan rating netral untuk sektor batu bara, dengan rekomendasi trading buy untuk saham PT Adaro Energy Indonesia Tbk. (ADRO) pada target harga atau target price Rp3.175 per saham, serta hold untuk saham PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) pada TP Rp2.760, dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk. (ITMG) dengan TP Rp30.400.

Mirae Sekuritas mencermati untuk PTBA, pendapatan dari PTBA lebih rendah dari perkiraan karena harga jual yang lebih rendah dan biaya pendapatan yang lebih tinggi. Meskipun volume penjualan batu bara tumbuh menjadi 8,8 juta ton atau naik 26 persen YoY, pada kuartal I/2023, harga jual yang lebih rendah sebesar Rp1,1 juta/ton atau turun 4 persen YoY memberikan dampak negatif pada pendapatan kuartalan PTBA menjadi Rp9,95 triliun.

Sementara itu, untuk ADRO menurut Mirae Asset Sekuritas, pertumbuhan volume penjualan dan harga jual berkontribusi pada pendapatan ADRO sebesar US$1,83 miliar. Akan tetapi, marjin pada kuartal I/2023 terpengaruh oleh biaya keuangan yang tumbuh signifikan.

Adapun untuk ITMG, Mirae Asset Sekuritas tidak memperkirakan adanya perubahan signifikan dalam kinerja keuangan dan operasional ITMG dan hal tersebut membuat Mirae Asset Sekuritas mempertahankan perkiraannya.

Sumber: Bisnis.com