Kepastian akuisisi 35 persen hak partisipasi Shell di Blok Masela oleh PT Pertamina (Persero) semakin terang benderang. Proyek ini memiliki potensi cadangan gas raksasa yang berpotensi membuat Indonesia surplus gas.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menargetkan negosiasi antara Pertamina dan Shell rampung paling lambat akhir Juni 2023 ini, setelah sebelumnya terkendala nilai akuisisi.

“Sudah ada angkanya, masuk dalam targetnya yang akan ambil participating interest dan akan diselesaikan akhir bulan ini separuhnya. Separuhnya dulu sebagai tanda jadi, tanda serius,” ungkapnya di kantor Kementerian ESDM, Jumat (16/6).

Meski demikian, dia masih enggan membeberkan harga yang harus dibayarkan Pertamina untuk mengakuisisi saham Shell dan bergabung dengan Inpex Corporation di konsorsium Blok Masela. Hanya saja, proses ini berlangsung bertahap.

“Tunggu akhir bulan, tapi masuk dalam angka yang memang diharapkan oleh pihak yang mengambil alih (Pertamina). Itu bilangnya DP (down payment), ini sales agreement,” jelas Arifin.

Menteri ESDM Arifin Tasrif di kantor Kementerian ESDM, Jumat (5/5/2023). Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan

Arifin sebelumnya membeberkan bahwa nilai akuisisi hak partisipasi Shell di Blok Masela oleh Pertamina turun menjadi di bawah USD 1 miliar atau sekitar Rp 14,8 triliun.

Awalnya, Dewan Energi Nasional (DEN) mengungkapkan Shell mematok harga USD 1,4 miliar atau setara Rp 21 triliun untuk Pertamina bisa mencaplok hak partisipasi 35 persen di konsorsium Blok Masela.

Padahal, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat nilai investasi awal Shell untuk hak partisipasi yang dikempitnya sebesar USD 700 juta atau Rp 10,3 triliun.

Potensi Cadangan Gas Jumbo
Kementerian ESDM memprediksi Indonesia akan surplus pasokan gas bumi dalam satu dekade ke depan. Hal tersebut disebabkan mulai beroperasinya Blok Masela yang ditargetkan pada tahun 2027.

Koordinator Penyiapan Program Migas Rizal Fajar Muttaqien menuturkan, berdasarkan Neraca Gas Indonesia 2023-2032, kebutuhan gas Indonesia secara nasional hingga tahun 2032 dapat dipenuhi dari proyek-proyek gas dan pasokan potensial.

Rizal menuturkan akan ada pasokan gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) dari Bontang, Tangguh dan Masela yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan dalam negeri dalam mendukung transisi energi.

“Dalam 10 tahun ke depan, Indonesia akan mengalami surplus gas di beberapa wilayah di Indonesia. Negara kita masih memiliki peluang untuk memproduksi LNG secara signifikan hingga tahun 2035,” ujar Rizal melalui keterangan resmi, dikutip Jumat (16/6).

Berdasarkan catatan Kementerian ESDM, Blok Masela merupakan salah satu proyek besar yang akan menghasilkan kumulatif produksi pada tahun 2027-2055, yakni gas 16,38 triliun standard cubic feet/TSCF (gross) dan kondensat 255,28 million stock tank barrels (MMSTB).

Total cadangan terbukti wilayah kerja yang berlokasi di Laut Arafura ini mencapai 18,54 TSCF dan investasi yang dibutuhkan mencapai USD 19,8 miliar.

Sementara itu, kilang LNG proyek ini akan dibangun di darat, yakni di Pulau Yamdena, dengan kapasitas produksi gas 9,5 million ton per annum (MTPA) atau 1.600 million standard cubic feet per day (MMSCFD) dan 150 MMSCFD (gas pipa), serta kondensat 35.000 barrels of condensate per day (BCPD).

Sumber: Kumparan