KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Presiden Joko Widodo melakukan rapat terbatas bersama sejumlah menteri membahas ekosistem energi gas dan kebijakan harga gas untuk industri dalam negeri.
Pertemuan ini dilakukan pada 9 November 2022, disela persiapan KTT G20 di Bali. Sejumlah pelaku usaha penerima manfaat harga gas khusus mengakui belum mengetahui apa saja poin pembahasan dalam pertemuan tersebut.
Meski demikian, kebijakan harga gas khusus US$ 6 per MMBTU diharapkan dapat terus dilanjutkan. Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) Yustinus Gunawan menyakini Presiden Jokowi bakal tetap dengan komitmen yang ada untuk mempertahankan kebijakan harga gas bumi.
“Karena (ini) terbukti efektif memulihkan industri manufaktur sehingga membantu pemulihan ekonomi selama pandemi,” kata Yustinus kepada Kontan, Minggu (13/11).
Yustinus yang juga merupakan Ketua Umum Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) menjelaskan, saat ini pasokan gas untuk wilayah Jawa Bagian Timur mulai meningkat. Kendati demikian, pasokan untuk Jawa Bagian Barat justru mengalami penurunan.
Menurutnya, pengurangan pasokan ini berdampak pada menurunnya daya saing. Lebih jauh, laju pemulihan ekonomi pun diyakini bakal ikut tersendat.
Yustinus menambahkan, ketika alokasi gas tidak terpenuhi maka industri mau tidak mau harus membeli gas dengan harga yang lebih mahal atau di atas US$ 6 per MMBTU.
Selain persoalan pasokan, Yustinus memastikan masih ada industri dalam 7 kluster penerima manfaat yang belum menerima Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT).
“Semoga mereka bisa menerima HGBT US$ 6 per MMBTU bersama dengan sektor-sektor industri tambahan agar industri manufaktur semakin kokoh menopang pemulihan ekonomi,” imbuh Yustinus.
Ketua Umum (Ketum) Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (ASAKI) Edy Suyanto mengungkapkan, kebijakan harga gas khusus ini telah memberi dampak positif.
Secara khusus, sektor keramik mencatatkan perbaikan kinerja ekspor serta investasi baru. “Kurang lebih Rp 20 triliun dengan penyerapan tenaga kerja baru mencapai hampir 10.000 orang,” kata Edy, Minggu (13/11).
Asaki pun berharap pemerintah tetap melanjutkan kebijakan harga gas dan mempercepat penambahan alokasi gas baru untuk proyek ekspansi yang sedang berjalan.
Meski demikian, Asaki menyoroti adanya pembatasan alokasi gas di wilayah Jawa Bagian Barat sejak Oktober lalu.
“Mulai terjadi pembatasan pemakaian gas dengan alokasi 86% dari total kebutuhan,” sambung Edy.
Edy menjelaskan, saat ini pihaknya sedang berkoordinasi dengan PT Perusahaan Gas Negara guna memastikan penyaluran gas dapat berjalan optimal kembali.
Selain itu, penurunan daya beli masyarakat serta lambatnya penyerapan proyek infrastruktur dalam APBD diakui telah memberi dampak pada kinerja penjualan industri keramik nasional. Kondisi ini mulai terasa sejak semester II 2022.
“Asaki mengharapkan perhatian Pemerintah dalam menjaga keberlangsungan industri keramik dalam negeri di tengah lesunya daya beli masyarakat,” jelas Edy.
Salah satu dukungan pemerintah yakni adanya percepatan Peraturan Menteri Perindustrian SNI yang salah satu tujuannya untuk pengendalian impor keramik yang kian meningkat.
Sumber: https://industri.kontan.co.id/news/berdampak-positif-industri-dorong-kebijakan-harga-gas-khusus