TEMPO.CO, Jakarta -Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri mengungkap kasus perizinan tambang ilegal di Kalimantan Timur. Pengungkapan tersebut berdasar Laporan Polisi Nomor : LP/A/0099/II/2022/SPKT.Dittipidter/Bareskrim Polri, tanggal 23 Februari 2022.

Berdasar rilis yang dibagikan, lokasi tambang tersebut berada di Kampung Citra, Desa Tanjung Limau, Kecamatan Muara Badak, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Lokasi tersebut merupakan terminal khusus PT Makaramma Timur Energi (MTE).

Selain terminal PT MTE, tempat tersebut juga merupakan lahan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT Santan Batubara Kabupaten Kutai Kartanegara. Oleh PT Energindo Mitra Pratama (EMP), lokasi itu digunakan sebagai stock room atau penyimpanan batubara hasil penambangan ilegal.

“Diketahui pada hari Selasa, tanggal 22 Februari 2022, sekira pukul 21.30 WITA dengan dugaan penambangan ilegal telah berlangsung dari awal bulan November 2021,” tulis rilis Dittipidter Bareskrim Polri, Rabu, 7 Desember 2022.

Dinyatakan dalam rilis resmi polisi itu bahwa 3 orang telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Ismail Bolong, 46 tahun, BP, 41 tahun, dan RP, 34 tahun. BP merupakan penambang batu bara tanpa ijin di wilayah PKP2B PT Santan Batubara. Sedangkan RP merupakan Kuasa Direktur PT EMP.

RP adalah pemegang saham mayoritas PT EMP. Selain itu, RP juga bertugas untuk mengatur operasional kegiatan pertambangan batubara dari mulai kegiatan penambangan, pengangkutan dan pemuatan dalam rangka dijual dengan atas nama PT EMP.

Adapun Ismail Bolong berperan sebagai pengatur rangkaian penambangan ilegal. Ia juga sebagai Komisaris PT EMP. “Yang mengatur rangkaian kegiatan penambangan ilegal pada lingkungan PKP2B perusahaan lain dan menjabat Komisaris pada PT Energindo Mitra Pratama yang tidak memiliki IUP (Ijin Usaha Penambangan) melakukan kegiatan penambangan,” demikian bunyi rilis tersebut.

Kronologi Kejadian
Dalam siaran pers itu diketahui bahwa Selasa malam 22 Februari 2022, di terminal khusus PT MTE Desa Tanjung Limau, Kecamatan Muara Badak, Kutai Kartanegara, telah terjadi dugaan tindak pidana melakukan penambangan tanpa izin.

Kegiatan tersebut dilakukan oleh ketiga tersangka. Mereka melakukan pemanfaatan, pengangkutan, penjualan mineral dan batu bara yang tidak Izin Usaha Penambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

“Bahwa Subdit IV Dittipidter Bareskrim Polri mengamankan kegiatan pengangkutan batu bara yang berasal dari penambangan tanpa izin dengan cara mengangkut hasil batu bara yang diduga berasal dari penambangan tanpa izin dengan cara mengangkut hasil batu bara dari stockpile menuju Tersus PT MTE dengan menggunakan sarana dump truck,” ujar uraian dalam rilis itu.

Tersangka dikenakan pasal berlapis. Diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Mereka juga dikenakan pasal 158 dan 161 Undang-undang Minerba. Selain dikenakan pula Pasal 55 ayat (1) KUHPidana tentang penyalahgunaan kekuasaan. “Ancaman hukuman pidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar rupiah.”

Barang bukti dalam tindak pidana tambang ilegal ini adalah 36 dumptruck, 3 unit handphone, 3 buku tabungan, tumpukan batu bara, 2 ekskavator, dan dua bundel rekening koran. Saat ini Dittipidter Bareskrim Polri sedang melengkapi berkas perkara untuk segera menyerahkannya ke Pengadilan. “Melengkapi berkas perkara untuk kepentingan penuntutan dan peradilan,” demikian uraian di bagian akhir rilis.

Sumber: https://nasional.tempo.co/read/1665738/bareskrim-polri-uraikan-posisi-kasus-tambang-ilegal-di-kaltim-yang-melibatkan-ismail-bolong