Jakarta, CNBC Indonesia – Harga batu bara mencetak rekor buruk pada pekan lalu. Harganya pun diperkirakan belum akan membaik pada pekan ini. Pada perdagangan terakhir pekan lalu, Jumat (17/2/2023), harga batu bara kontrak Maret di pasar ICE Newcastle ditutup melemah 1,77% ke posisi US$ 183 per ton.
Harga tersebut adalah yang terendah sejak 12 Januari 2022 atau 13 bulan terakhir.
Secara keseluruhan, harga batu bara anjlok 11,17% pada pekan lalu. Artinya, harga batu bara sudah ambles dalam tujuh pekan terakhir. Rekor buruk tersebut adalah yang pertama kali sejak May-Juni 2019.
Sepanjang pekan lalu, harga batu bara selalu berada di bawah US$ 200. Level tersebut adalah yang awal Januari 2022 atau era sebelum perang Rusia-Ukraina.
Harga batu bara diperkirakan masih akan melandai pekan ini. Sentimen buruk dari China serta ambruknya harga gas akan membuat harga batu bara sulit menguat.
Sentimen buruk dari China berupa ambruknya harga batu bara thermal di Tiongkok serta masih lemahnya permintaan. Harga batu bara thermal China menyentuh rekor terendahnya dalam setahun terakhir pada pekan lalu.
Harga batu bara thermal 5.500 kalori di pelabuhan utara China jatuh ke posisi CNY 980 atau US$ 142,49 per ton, rekor terendahnya tahun ini.
Harga terus melandai karena permintaan yang masih lemah. Permintaan batu bara China diperkirakan akan tumbuh 2% pada tahun ini.
Permintaan dari China semula diperkirakan melambung setelah liburan Hari Raya Imlek. Namun, pemulihan di Tiongkok lebih lambat karena pemulihan industri besi baja serta sektor konstruksi masih lamban.
Di sisi lain, pasokan batu bara terus menggunung karena perusahaan tambang langsung meningkatkan produksi begitu libur Imlek selesai.
“Sebagian besar perusahaan tambang sudah memulai produksi setelah liburan Hari Raya Imlek tetapi permintaan dari sektor hilir ternyata berjalan lebih lambat,” tutur analis dari Tianfeng Futures, Xiao Lanlan, dikutip dari Reuters.
Pasokan batu bara di delapan pelabuhan China bagian utara mencapai 35,96 juta ton pekan lalu. Level sebanyak itu adalah yang tertinggi sejak April 2020 atau pada awal pandemi Covid-19.
Masih lemahnya pemulihan sektor konstruksi disebabkan lapangan usaha tersebut masih terdampak skandal Evergrande serta sikap pelaku usaha yang menunggu insentif dari pemerintah.
“Kami berharap ada rebound terjadi setelah Imlek tetapi sepertinya pemulihan berjalan lebih lambat. Pasokan batu bara kini lebih dari cukup dari yang dibutuhkan sehingga hanya sedikit sekali ruang untuk impor,” tutur salah satu seorang manager pembelian, dikutip dari Reuters.
Harga batu bara juga diproyeksi melemah mengikuti ambruknya harga gas. Batu bara adalah sumber energi alternatif bagi gas sehingga harganya saling terdampak.
Harga acuan gas alam Eropa (TTF) ambruk ke bawah 50 euro/MWh dan menyentuh level terendah dalam 17 bulan terakhir, pekan lalu.
Melansir data Refinitiv,pada perdagangan akhir pekan ini,Jumat (17/2/2023), harga gas alam ditutup di posisi 49,05 euro/MWh. Harganya anjlok 5,7% sehari dan 9,1% sepekan. Padahal, harga gas alam sempat menyentuh 339,20 euro/MWh pada 26 Agustus lalu.
Jika menghitung rekor tertingginya pada 26 Agustus 2022 lalu maka harga gas sudah ambruk 85,5%.
Harga gas ambruk karena permintaan terus menurun. Cuaca musim dingin yang lebih hangat dari pada tahun-tahun sebelumnya membuat penggunaan listrik melandai sehingga pasokan gas masih sangat memadai.
Eropa diperkirakan akan mengakhiri musim dingin dengan pasokan gas rata-rata mencapai 53%. Stok yang melimpah ini menghapus kekhawatiran pelaku pasar akan ketatnya pasokan.