Merdeka.com – Provinsi Jawa Tengah (Jateng) berhasil membangun 2.353 desa mandiri energi dari total 8.562 desa/kelurahan se-Jateng. Keberhasilan itu membuat Jateng menjadi provinsi percontohan pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) nasional.
Hingga tahun 2021, bauran energi Jateng mencapai 13,38 persen. Berbagai pemanfaatan energi terbarukan di Jateng terdiri dari pembangkit listrik tenaga surya, hidro, panas bumi, sampah serta pemanfaatan energi non-listrik seperti biodiesel, biogas, biomasa dan gas rawa (biogenic shallow gas).
taboola mid article
Dari 2.353 desa mandiri energi yang berhasil dibangun Ganjar, terdiri dari 2.167 desa mandiri energi inisiatif, 160 desa mandiri energi berkembang dan 26 desa mandiri mapan.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyebutkan, pembangunan desa mandiri energi Jateng hingga kini masih berjalan dan akan terus bertambah.
“Desa mandiri energi kita masih jalan terus karena sekarang tidak hanya mencari potensi lokal ya, seperti yang kita miliki ada air, ada (energi) angin, kemudian gas rawa yang paling banyak itu terus kita dorong,” kata Ganjar dalam keterangannya, Rabu (16/11).
Pihaknya juga sedang melakukan uji coba terhadap sunroof yang digunakan untuk energi tenaga surya. Selain itu, potensi energi geotermal juga terus dioptimalkan Ganjar di wilayah yang memiliki sumber daya memadai, seperti Dieng, lereng Gunung Lawu dan Gunung Slamet.
Jika seluruh potensi EBT di Jateng telah dioptimalkan, kata Ganjar, maka semakin banyak desa/kelurahan di Jateng yang mampu menjadi desa mandiri energi. Di tahun 2023, Ganjar menargetkan desa mandiri energi sebanyak 28,02 persen desa/kelurahan atau sekitar 2.399 desa/kelurahan se-Jateng.
Keberhasilan transisi energi tersebut akan memberikan banyak kegunaan, seperti biaya sistem kelistrikan yang lebih murah, diversifikasi ekonomi, pengembangan industri baru, munculnya lapangan kerja hijau, perbaikan kualitas udara, tanah, dan air serta penurunan biaya kesehatan.
“Kalau itu bisa diolah secara profesional dan beberapa didistribusikan ke desa, maka energi desa tersebut mampu mandiri sekali. Maka butuh keseriusan, keyakinan, kebijakan, prioritas dan butuh partisipasi. Karena kalau semua ikut, ini akan berjalan lancar,” ungkap Ganjar.
Keberhasilan Ganjar dalam pengembangan EBT di Jateng disampaikan salah satu warga Desa Bantar, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara bernama Badar. Kecamatan Wanayasa mendapatkan bantuan instalasi gas rawa melalui Bantuan Gubernur Jawa Tengah Tahun Anggaran (TA) 2020.
Dia menyebut, sejak desanya mendapat bantuan instalasi gas rawa, pengeluaran bulanannya menjadi lebih irit lantaran dalam sebulan hanya melakukan isi ulang satu kali. Sementara, jika menggunakan tabung gas elpiji, dalam satu bulan harus mengganti minimal tiga kali.
Selain itu, sejak mengandalkan gas rawa, masakan menjadi lebih cepat matang dan dapat digunakan untuk waktu yang lama.
“Saya sangat senang karena ini lebih mudah. Dulu saya kan pakainya elpiji, itu susah dan kadang ada kadang tidak. Sejak ada bantuan dari Pak Ganjar, warga sini jadi merasa lebih hemat untuk kebutuhan gas yang pakai gas rawa ini,” ucap Badar.
2 dari 2 halaman
Hal senada diungkapkan Suyanto selaku Kepala Desa Sidomulyo, Kecamatan Lebakbarang, Kabupaten Purwokerto yang daerahnya diberikan bantuan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) oleh Ganjar pada tahun 2019 lalu senilai Rp140 juta.
Suyanto menuturkan, sejak adanya PLTMH di desanya, rumah 80 KK di dua dukuh yakni Dukuh Sidokidul dan Dukuh Parakandowo menjadi teraliri listrik. Selain itu fasilitas umum seperti lampu penerangan jalan, musala hingga sekolah juga menggunakan turbin PLTMH untuk kebutuhan penerangan jalan.
“Kegunaannya untuk perapihan bendungan, pengecatan pipa serta ada alat amplifier yang rusak itu diganti dan sekarang nyala. Dulu mati, kemarin dapat bantuan Rp140 juta hidup lagi dan bisa dimanfaatkan untuk penerangan rumah tangga, untuk wisata, penerangan jalan dan fasilitas umum seperti musala, sekolah itu pakai turbin ini karena dapat menghemat biaya listrik,” tutur Suyanto.
Ia menjelaskan, sebelum ada PLTMH, warga masih menggunakan listrik PLN yang tarifnya dihitung per kilometer. Namun dengan listrik dari PLTMH, iuran yang dibayar hanya Rp15 ribu hingga Rp20 ribu untuk tiap bulannya sehingga tarif PLTMH jauh lebih hemat dibandingkan biaya listrik PLN.
“Terima kasih sekali kepada Pak Ganjar yang sudah memperbaiki PLTMH, juga PLTS di Parakandowo. PLTS Parakandowo itu satu dukuh 40 rumah dapat semua. Ada juga bantuan biogas untuk perumahan di Dukuh Parakandowo dan Dukuh Sidokudul di Desa Sidomulyo,” ungkap Suyanto.
Secara khusus Ganjar diundang oleh Institute for Essentiol Services Reform (IESR) sebagai salah satu co-chair Civil20 (C20 Indonesia), untuk sharing keberhasilan pengembangan EBT dalam rangkaian acara G20 side event dan Energy Transition Working Group (ETWG) Meeting di Bali, beberapa waktu lalu.