Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) menilai asumsi lifting migas dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara alias RAPBN 2024 menggambarkan kondisi sektor hulu migas saat ini. Penurunan asumsi tersebut terjadi di tengah kenaikan investasi sektor hulu migas tahun ini.

Aspermigas menganggap asumsi lifting migas yang cenderung turun dari tahun sebelumnya dapat dipahami seiring langkah pemerintah yang tengah berupaya untuk menekan laju penurunan secara alamiah alias decline.

RAPBN 2024 mencatat asumsi lifting atau minyak terangkut yang berada di 625.000 barel per hari (bopd). Angka tersebut susut 5,3% dari asumsi RAPBN tahun sebelumnya sebesar 660.000 bopd.

Sementara asumsi salur gas sebesar 1,03 juta barel setara minyak per hari (mboepd), lebih rendah 2% dari asumsi RAPBN tahun sebelumnya yang berada di 1,05 mboepd. “Kami terus terang cukup prihatin ya karena target seharusnya naik, bukan malah turun,” kata Moshe saat dihubungi lewat sambungan telepon pada Jumat (18/8).

Moshe mengatakan kondisi lapangan minyak dalam negeri sudah masuk dalam tahap mature, sehingga membutuhkan investasi tambahan untuk pengeboran minyak pada lapisan lebih dalam.

Investasi Naik
Dia juga menyotori tren dunia yang juga menunjukan penurunan produksi migas meski ada peningkatan investasi pada sektor hulu. Peningkatan investasi mayoritas tidak dibarengi dengan peningkatan produksi migas.

SKK Migas mencatat realisasi investasi sektor hulu migas pada Semester I tahun ini sebesar US$ 5,7 miliar, lebih tinggi dari capaian semester I 2022 sebesar US$ 4,7 miliar. Adapun target investasi sepanjang tahun ini adalah US$ 15,5 miliar atau lebih tinggi 28% dari realisasi tahun 2022.

Otoritas hulu migas itu juga melaporkan realisasi pengeboran sumur pengembangan periode Januari hingga Juni 2023 mencapai 354 sumur atau 35,7% dari target tahunan. Adapun proyeksi pengeboran hingga akhir tahun hanya mencapai 864 sumur karena keterbatasan rig dan tenaga kerja.

“Saat ini yang dilihat jangan hanya capaian investasi dan pengeboran sumur yang trus meningkat, tapi lihat juga apakah sejalan dengan penambahan produksi,” ujar Moshe.

Moshe menambahkan, ada dua strategi yang dapat mengerek capaian produksi migas ke depan, yakni memperbanyak kegiatan eksplorasi dan Enhance Oil Recovery (EOR). EOR merupakan metode peningkatan produksi minyak bumi dengan menginjeksikan sumber energi eksternal, seperti injeksi emisi karbon maupun injeksi uap ke dalam sumur yang ada.

Lebih lanjut, kata Moshe, industri hulu migas kini harus mengalihkan pengeboran minyak ke lapangan lepas pantai (offshore) yang membutuhkan biaya lebih tinggi dari pengeboran darat atau onshore. Dia berharap pemerintah juga turut peran kegiatan investasi hulu migas, terutama pada aktivitas eksplorasi.

“Menahan decline itu penting, namun di sisi lain harus mengalokasikan investasi untuk teknologi dan pengeboran baru,” kata Moshe.

Menurut data Direktorat Jenderal Bea Cukai yang diolah Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang 2022 Indonesia mengimpor minyak mentah sekitar 15,26 juta ton. Volume impor ini meningkat sekitar 10% dibanding 2021.

Pada 2022 Indonesia paling banyak mengimpor minyak mentah dari Nigeria, dengan volume 5,68 juta ton. Sementara Arab Saudi menjadi pemasok terbesar nomor dua, dengan volume 4,19 juta ton.

Sumber: KATADATA