Liputan6.com, Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, mengungkapkan tantangan yang dihadapi negara ASEAN, terutama Indonesia dalam melakukan transisi ke energi terbarukan dengan pensiun dini pada batu bara.

“Tantangannya lebih besar lagi karena kita termasuk produsen batu bara terbesar dan pembangkit listrik batu bara kita sebenarnya meningkat lebih dari 60 persen dari total bauran energi di Indonesia,” ujar Sri Mulyani dalam acara Southeast Asia Development Symposium (SEADS) 2023: Imaging a Net Zero ASEAN, Kamis (30/3/2023).

“Jadi untuk kita dapat mencapai target (iklim) pada tahun 2060 atau lebih awal, tidak mungkin tanpa mengatasi masalah pembangkit listrik tenaga batu bara ini,” lanjutnya.

Sri Mulyani menyebut, negara-negara ASEAN masih sangat bergantung pada bahan bakar fosil untuk pembangunan ekonomi dan industri.

Bahan bakar fosil dalam hal ini menyumbang lebih dari 75 persen bauran energi pada tahun 2019. Sedangkan energi terbarukan hanya menyumbang 14 persen.

“ASEAN (mentargetkan peningkatan) kontribusi energi terbarukan hingga 23 persen pada tahun 2025. Indonesia juga memiliki ambisi yang sama,” ungkap Menkeu.

Selain itu, untuk mencapai 23 persen bauran energi terbarukan ini, Sri Mulyani mengatakan, ASEAN perlu berinvestasi sebesar USD 27 miliar dalam energi terbarukan setiap tahun.

“Namun dari 2016 hingga 2021, kami hanya menarik USD 8 miliar per tahun untuk energi terbarukan. Jadi kurang dari sepertiga,” jelasnya.

Proporsi Batu Bara di Indonesia
Di Indonesia sendiri, proporsi batu bara pada tahun 2022 hampir 32 persen dari total pembangkit listrik negara ASEAN.

“Jadi sangat penting bagi ASEAN untuk menangani, di satu sisi, ada kebutuhan akan keamanan energi dengan keterjangkauan dan keberlanjutan,” kata Menkeu.

“Ketika kita berbicara tentang keterjangkauan, yang akan diukur harga energi terjangkau untuk masyarakat, industri, ekonomi, anggaran pemerintah, dan dalam hal dukungan, termasuk subsidi,” tambahnya.

Sumber: Liputan6.com