Jakarta, CNBC Indonesia – Indonesia Mining Association (IMA) turut buka suara perihal kebijakan Amerika Serikat (AS) yang dinilai tidak adil kepada Indonesia, terutama atas ‘pengucilan’ terhadap produk nikel dari paket subsidi energi bersih dalam undang-undang kredit pajak Inflation Reduction Rate (IRA).

Plh Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA), Djoko Widajatno berharap upaya pemerintah Indonesia dalam bernegosiasi dengan AS terkait pengucilan produk nikel asal RI dapat berhasil. Mengingat, Amerika Serikat sejauh ini masih merupakan negara adidaya.

“Karena kita nggak bisa apa-apa, karena mereka adidaya. Mudah mudahan sudah tidak adidaya lagi kalah sama China karena ada (motif) kecemburuan, kita jadi korban,” kata Djoko dalam acara Mining Zone CNBC Indonesia, dikutip Kamis (13/4/2023).

Sebagaimana diketahui, pemerintah AS akan menerbitkan pedoman kredit pajak bagi produsen baterai dan EV di bawah Undang-Undang Pengurangan Inflasi dalam beberapa minggu ke depan. Undang-undang ini mencakup US$ 370 miliar dalam subsidi untuk teknologi energi bersih.

Namun, baterai yang mengandung komponen dari Indonesia dikhawatirkan tetap tidak memenuhi syarat untuk kredit pajak Inflation Reduction Rate (IRA) secara penuh. Pasalnya, Indonesia disebut belum memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan AS dan Indonesia didominasi perusahaan China dalam industri nikel.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dijadwalkan terbang ke Amerika Serikat, pada Selasa (11/04/2023), hal ini menyusul kabar Amerika Serikat yang berpotensi “mengucilkan” produk nikel asal Indonesia.

Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto mengatakan, kunjungan kerja Luhut ke Amerika Serikat kali ini juga khusus untuk melakukan negosiasi terkait “pengucilan” nikel RI ini.

“Jadi ya hari Selasa ini Pak Menko akan ke sana dan kita akan negosiasi terkait hal ini,” ungkapnya saat konferensi pers, Senin (10/04/2023).

Seto menjelaskan, Indonesia dan Amerika Serikat memang belum memiliki perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement/ FTA) khusus untuk mineral kritis (critical mineral), termasuk nikel. Sementara produk yang akan memperoleh subsidi hijau dari Pemerintah AS ini yaitu berlaku untuk negara yang sudah memiliki perjanjian perdagangan dengan AS.

Namun, bukan berarti ini tidak ada peluang bagi Indonesia untuk bisa bernegosiasi. Dia menyebut, pada 2 pekan lalu AS juga baru saja bersepakat dengan Jepang untuk FTA khusus critical mineral ini.

Sumber: CNBC Indonesia