Jakarta, CNBC Indonesia – Harga batu bara kembali ambruk. Harga sang pasir hitam bahkan menyentuh ke level terendah dalam 13 bulan terakhir.

Pada perdagangan Kamis (16/2/2023), harga batu kontrak Maret di pasar ICE Newcastle ditutup di US$ 186,3 per ton. Harganya jatuh 4,95% dibandingkan perdagangan hari sebelumnya.

Harga tersebut adalah yang terendah sejak 12 Januari 2022 atau 13 bulan terakhir. Pelemahan kemarin juga semakin memperpanjang derita batu bara pada Februari ini.

Selain jatuh ke bawah level US$ 200 untuk pertama kalinya sejak perang Rusia-Ukraina, harga batu bara juga sudah ambruk 23,7% sepanjang bulan ini.

Jika diukur sejak awal tahun, harga batu bara sudah ambruk 52,3%.

Pelemahan harga batu bara ini hanya berselang lima bulan setelah komoditas tersebut mencetak rekor pada 5 September 2022 (US$ 463,75 pr ton). Jika dihitung dari harga rekor tersebut, harga batu bara sudah jeblok nyaris 60%.

Kembali jebloknya harga batu bara dipicu oleh sejumlah faktor mulai dari persoalan kepabeanan di China, kabar buruk dari Adani Group, hingga ambruknya harga gas.

Dilaporkan dari Reuters, kapal pengangkut batu bara China dari Australia kini menghadapi ketidakpastian untuk memasuki Tiongkok.

Sebagai catatan, Beijing semula dilaporkan sudah mengizinkan pengusaha mereka untuk membeli batu bara Australia setelah memboikotnya sejak 2020 lalu.

Tiga kapal yang membawa muatan batu bara juga sebelumnya sudah membongkar sebagian atau seluruh muatan di China.

Namun, kapal BBC Maryland yang membawa 12.000 ton muatan batu bara dari Australia justru tidak bisa memasuki pelabuhan di China pada Kamis (16/2/2023) dan memilih untuk menepi ke Vietnam.

Kapal tersebut sudah menunggu lima hari di pelabuhan Changshu, Provinsi Jiangsu, China. Namun, tidak diizinkan masuk karena persoalan kepabeanan.
Sebanyak sembilan kapal kini juga tengah mengisi muatan di Australia untuk dibawa ke China.

“Perubahan tujuan kapal memberi sinyal ke pasar jika otoritas China belum sepenuhnya menghapus larangan impor batu bara Australia,” tutur trader China, kepada Reuters.

Dilansir dari South China Morning Post, juru bicara kementerian bisnis China Shu Jueting mengatakan jika impor batu bara dari Australia adalah kebijaksanaan perusahaan masing-masing. Impor dilakukan atas dasar bisnis berdasarkan kondisi pasar dan kebutuhan.

Harga batu bara tengah jatuh dan kondisi ini dimanfaatkan banyak perusahaan untuk menambah stok dengan harga yang lebih murah.

Harga batu bara thermal di China bahkan jatuh ke level terendah setahun. Harga benchmark harga batu bara thermal China pada pekan ini ada di kisaran CNY 1.000 atau sekitar US$ 147.

Harga tersebut adalah sudah jatuh 40% dari harga tertingginya pada September lalu.

Harga batu bara juga melemah setelah Adani Group melalui perusahaan mereka Adani Power dilaporkan menghentikan rencana pembelian pembangkit batu bara di India.

Semula, perusahaan tersebut dikabarkan akan membeli pembangkit batu ara senilai US$ 850 juta yang berlokasi di India tengah.

Adani sepakat untuk menghentikan kesepakatan setelah gagal memenuhi persyaratan pada waktu yang ditentukan.

Sebelumnya, The Economic Times juga melaporkan jika Adani akan menjual harga batu bara dari pertambangan di Australia dan Indonesia milik mereka dengan harga diskon 4%.

Perusahaan konglomerasi asal India tersebut memilih untuk menjual dengan cepat pasokan harga batu bara mereka di tengah sorotan dunia atas skandal keuangannya.

Selain karena persoalan di China dan Adani, harga batu bara juga ikut tertekan oleh ambruknya harga gas.

Harga gas alam EU Dutch TTF (EUR) jatuh 4,9% ke posisi 52,01 euro per mega-watt hour (MWh) pada perdagangan kemarin. Harga tersebut adalah yang terendah sejak awal Agustus 2021.

Harga gas alam Amerika Serikat juga jatuh ke US$ 2,389 per million British thermal units. Harganya jatuh 3% dank e level terendah dalam 25 bulan terakhir.

Harga gas terus melemah seiring hangatnya cuaca di Eropa dan Amerika Serikat menjelang berakhirnya musim dingin.

Sumber: https://www.cnbcindonesia.com/market/20230217054405-17-414534/anjlok-5-harga-batu-bara-ke-level-terendah-dalam-13-bulan