Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) angkat suara perihal cadangan nikel di Indonesia yang diklaim semakin menipis oleh berbagai pihak.

Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara Irwandy Arif menyebutkan bahwa menurut perhitungannya, persediaan atau cadangan nikel yang tersedia saat ini terhitung paling lama hanya mencapai 15 tahun ke depan.

“Kira-kira kalau kita hitung-hitung secara kasar 10-15 tahun. Tapi yang saya bilang tadi, ini sangat dinamis tergantung kegiatan eksplorasi kita, penemuan cadangan baru, kemudian pemanfaatan limonit selain saprolit,” beber Irwandy saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (18/8/2023).

Dia juga mengatakan bahwa ada beberapa pihak dengan perhitungan yang berbeda yakni cadangan nikel di Indonesia terhitung bahkan tinggal 7 tahun, kemudian ada pula yang bilang cadangan yang tersisa cukup untuk 10 tahun lagi. Namun yang menjadi perhatian, ujar Irwandy, pemanfaatan nikel di Indonesia harus tetap dibatasi.

“Ada yang bilang 7 tahun, ada yang bilang 10 tahun, ada yg bilang 15 tahun, tergantung konsumsi. Kemudian tergantung juga penemuan cadangan baru dari eksplorasi. Jadi namanya dinamika itu terjadi. Tidak fix 7 tahun, ada perkembangan-perkembangan. Ya kita tetap itu, bahwa harus tetap dibatasi,” katanya.

Adapun, dia menyebutkan bahwa rencana moratorium smelter nikel saat ini masih berbentuk imbauan oleh Menteri ESDM, Arifin tasrif. Imbauan tersebut menimbang konsumsi bijih nikel khususnya untuk jenis nikel kadar tinggi atau saprolit dalam negeri semakin tinggi dan harus diperhatikan.

“Belum (ada moratorium), baru imbauan saja dari Pak Menteri (Arifin Tasrif). Karena memang konsumsi bijih saprolitnya luar biasa, ini yang harus kita perhatikan. Tapi yang sudah disetujui saya kira tetap jalan ya terutama yang masih dalam program strategis nasional,” ujarnya.

Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan bahwa pihaknya sudah mengimbau untuk tidak ada lagi investasi yang masuk dalam pembangunan smelter nikel baru berteknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF). Khususnya yang menghasilkan produk olahan nikel kelas dua berupa NPI dan FeNi.

“Sudah diimbau. Sementara ini sudah dihimbau untuk tidak lagi menginvestasikan ke situ,” kata Arifin ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (11/8/2023).

Di lain sisi, Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) meminta pemerintah untuk segera menyetop atau moratorium pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel baru di dalam negeri. Pasalnya, cadangan bahan tambang strategis yakni nikel RI diperkirakan semakin menipis dan tidak bertahan lama.

Ketua Umum Perhapi Rizal Kasli mengatakan bahwa pihaknya sudah beberapa kali mengusulkan kepada pemerintah untuk melakukan moratorium smelter nikel.

“Kami beberapa kali usul dilakukan moratorium pembangunan smelter pirometalurgi karena menggunakan nickel ore kadar tinggi, saprolit, yang minim. Kalau digenjot terus, kita khawatir ketahanan cadangan nikel riskan,” jelas Rizal kepada CNBC Indonesia, dikutip Jumat (18/8/2023).

Rizal menjelaskan, bijih nikel terbagi menjadi dua jenis. Pertama, bijih nikel kadar tinggi di atas 1,5% atau saprolit yang diproses melalui smelter pirometalurgi. Jenis kedua adalah bijih nikel kadar rendah atau limonit yang diproses melalui smelter hidrometalurgi atau High Pressure Acid Leaching (HPAL).

Khusus jenis saprolit, Rizal menjelaskan bahwa cadangannya tidak sebanyak limonit. Pihaknya memperkirakan bahwa umur cadangan saprolit di Indonesia paling lama hanya mencapai 7 tahun lagi. Ini dengan asumsi penyerapan bijih nikel kadar tinggi mencapai 460 juta ton per tahun.

“Kami kira apabila semua smelter terutama yang pirometalurgi selesai dibangun, cadangan saat ini bertahan sekitar 5-7 tahun, karena jumlah kebutuhan nikel 460 juta ton (per tahun) apabila semua smelter dibangun,” bebernya.

Sedangkan, untuk jenis nikel kadar rendah atau limonit, Rizal mengatakan bahwa dengan cadangan yang ada saat ini bisa bertahan hingga 33 tahun ke depan.

“Untuk limonit, data yang di bawah 1,5% kadarnya, untuk apabila semua refinery atau smelter hidrometalurgi selesai dibangun, bertahan sekitar 33 tahun kurang lebih,” katanya.

Sumber: CNBC Indonesia